TENTANG MENDIDIK ANAK MASA DEWASA

 

A. Latar belakang

Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti bahwa orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif, maupun negatif. Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa.

Bahkan perubahan-perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi saja. Keadaan dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik perhatian ahli agama, sehingga mereka berusaha terus-menerus mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.

B. Rumusan masalah

1.      Apa itu pendidikan bagi usia dewasa  ?

2.      Mengapa kita harus mempelajri pendidikan bagi  usia dewasa ?

3.      Bagaimana kita mengaplikasikan pendidikan bagi  usia dewasa ?

4.      Apa hikmah mempelajari pendidikan bagi anak  dewasa ?

C. Tujuan

1.      Untuk memenuhi tugas perkuliahan?

2.      Untuk mengetahui apa pendidikan bagi anak dewasa?

3.      Untuk menegetahui apa pendidikan bagi anak dewasa ?

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Masa Dewasa

1. Tanggung jawab

Nabi Ismail alaihissalam tumbuh besar di Kota Makkah. Ketika ia menjadi seorang pemuda, ayahnya Ibrahim alaihissalam menerima perintah untuk menyembelih anaknya itu, Al-Qur’an memiliki kisah tersendiri tentang penyembelihan ini, yang walaupun tidak menyebutkan secara jelas nama Ismail tetapi para mufassir menjelaskan bahwa Ismail-lah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut. Ayat ini mengandung kisah kedewasaan yang indah

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ            ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".(QS:as Shaffat : 102)

Ibn Katsir menyebutkan pendapat Ibn Abbas, Mujahid, dan beberapa yang lainnya bahwa kata-kata “tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim” (falamma balagha ma’ahu sa’ya) bermakna ketika ia menjadi seorang pemuda dan mampu bekerja sebagaimana ayahnya. Pada masa lalu kemampuan ini dicapai pada usia belasan tahun, tak lama setelah masa baligh-sekarang pun sebenarnya potensi itu bisa dicapai oleh seseorang pada usia yang kurang lebih sama.

Di dalam Tafsir al-Khazin (vol. 4, hlm. 22) ada disebutkan pendapat bahwa usia Ismail ketika itu adalah 13 tahun. Ada pula yang mengatakan 7 tahun, tapi tampaknya usia ini terlalu dini untuk dijadikan acuan. Tafsir al-Qurthubi juga menyebutkan adanya pendapat bahwa Ismail ketika itu berusia 13 tahun. Di dalam ayat tersebut, nabi Ibrahim mendapat sebuah mimpi yang merupakan perintah dari Rabb-nya.

Mimpi ini juga melibatkan Ismail. Ini adalah salah satu aspek kedewasaan: mimpi, visi, atau tujuan, atau dalam konteks ini sesuatu yang belum terjadi dan akan diwujudkan pada waktu-waktu berikutnya. Mimpi ini datang dari Allah dan harus dijalankan oleh Ibrahim dan Ismail. Di samping mimpi, perintah ini juga berkenaan dengan tanggung jawab.Ini merupakan aspek kedewasaan yang kedua. Baik Ibrahim maupun Ismail diminta untuk merealisasikan sebuah tanggung jawab yang sangat berat. Tanggung jawab itu menyiratkan adanya pengorbanan, dan pengorbanan itu sendiri bertingkat-tingkat.

Dalam kaitan ini, kedua insan mulia ini diserahi satu beban tanggung jawab terbesar yang mungkin dipikul oleh seseorang, yaitu mengakhiri hidup sendiri dan kehilangan belahan jiwa. Rasanya tidak ada tanggung jawab yang lebih berat daripada itu.

Perintah itu untuk dilaksanakan, bukan untuk didiskusikan. Namun Ibrahim tidak langsung menarik anaknya untuk disembelih. Ia menyampaikan mimpinya itu kepada sang anak dan memberi kesempatan kepadanya untuk menyampaikan pendapat serta mengambil keputusan. Ini adalah aspek kedewasaan yang ketiga, yaitu pengambilan keputusan secara dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibrahim menganggap Ismail sebagai pria dewasa, walaupun usianya ketika itu masih sangat belia. Karena hanya orang yang dianggap dewasa yang biasanya diminta dan didengar pendapatnya.[1]

            2. Pemilihan Jodoh

Fase ini adalah fase persiapan bagi seorang yang sudah dewasa untuk menghadapi hidup baru yaitu berkeluarga. Salah satu pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang yang sudah dewasa itu adalah masalah pemilihan jodoh yang tepat. Sebab masalah ini sangat mempengaruhi terhadap kebahagiaan rumah tangga nantinya.

Berkenaan dengan pemilihan jodoh dalam perkawinan, syariat Islam telah meletakkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum bagi masing-masing pelamar dan yang dilamar, yang apabila petunjuknya itu dilaksanakan maka perkwinan akan berada pada puncak keharmonisan, kecintaan dan keserasian.[2]

Rasulullah telah memberikan gambaran dalam haditsnya mengenai pemilihan calon istri atau suami. Berikut ini ada beberapa hadits yang berkenaan dengan pemilihan jodoh di antaranya :     

Sabda Rasulullah SAW Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan;karena hartaya, keturunannya, kecantikannya,agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, akan beruntunglah kamu. (HR. Bukhari Muslim). 

وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (QS:as dzariat : 49)

Pemilihan Calon Suami

Sabda Rasulullah SAW Artinya: Apabila kamu sekalian didatangi oleh seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia, jika kamu sekalian tidak melaksanakannya, maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan (HR. Tirmidzi)

3. Nikah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya[3]

4. Menjaga Diri

            Firman Allah SWT

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌۭ شِدَادٌۭ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَا أَمَرَهُم وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS:at Tahrim : 6)

5. Menciptakan Keharmonisan  Keluarga

Yang paling berpengaruh buat pribadi dan  masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَٰلِك لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS:ar Ruum : 21)[4]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

kesimpulan

              Kesimpualan dalam makalah ini ternyata dalam pendidikan pada masa dewasa ada beberapa point yang dapat diambil dari makalah ini, tanggung jawab, pernikahan, mencari jodoh menjaga diri, dan menciptakan keharmonisan keluarga

Penutup

              Apabila dalam penulisan makalah masih banyak kekeliruan dan kekurangan penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik untuk melaukan penulisan selanjutnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2016/10/13/102597/prinsip-prinsip-dasar-pendidikan-kedewasaan-dalam-islam.html

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2011)

Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.

https://almanhaj.or.id/2761-rumahku-sorgaku-menciptakan-keluarga-islami-untuk-menggapai-ridha-ilahi.html

 

 

 



[1]https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2016/10/13/102597/prinsip-prinsip-dasar-pendidikan-kedewasaan-dalam-islam.html

[2] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2011), h. 302.

[3] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.

[4] https://almanhaj.or.id/2761-rumahku-sorgaku-menciptakan-keluarga-islami-untuk-menggapai-ridha-ilahi.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN "KEPRIBADIAN MENYIMPANG"

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN

KESEHATAN MENTAL " TRAUMA"

Translate