Metode ilmiah
Metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat
disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan
dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakanmetode ilmiah.
Metode merupakan suatu
prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan- peraturan yang
terdapat dalam metode ilmiah.
Metodologi ini secara
filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi. Epistemologi
merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan; Apakah sumber-sumber
pengetahuan? Apa hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah
manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sampai tahapan mana
pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia?
Seperti diketahui
berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah
merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka
pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik tertentu yang
diminta oleh ilmu pengetahuan, yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan. tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang
dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara
berpikir deduktif dan cara berpikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya.
Secara garis besar metode
ilmiah ada dua macam, yaitu yang bersifat umum dan metode penelitian ilmiah.
Metode ilmiah yang
bersifat umum dibagi dua, yaitu metode analitikosintesis dan metode nondeduksi.
Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis. Metode nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi
Apabila kita menggunakan
metode analisis, dalam babak terakhir kita akan mendapatkan pengetahuan
analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua macam, yaitu pengetahuan analitik
apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
Metode analisis adalah
cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan cara memilah-milah-
kan pengertian yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan analitis apriori
misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu
bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk
sudut berjumlah 180 derajat. Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa
kita dengan menerapkan metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di
alam empiris atau dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan
tertentu.
Misalnya, setelah kita
mengamati sejumlah kursi yang ada, kemudian kita berusaha untuk menentukan
apakah yang dinamakan kursi itu? Definisinya misalnya, kursi adalah perabot
kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat duduk. Pengetahuan
yang diperoleh dengan menerapkan metode sintesis dapat berupa pengetahuan
sintesis apriori dan pengetahuan sintesis aposteriori.
Metode sintesis adalah
cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian
yang satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang
baru. Pengetahuan sintesis apriori misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah
satu sama dengan dua. Aposteriori menunjuk kepada hal-hal yang adanya
berdasarkan atau terdapat melalui pengalaman atau dapat dibuktikan dengan
melakukan sesuatu tangkapan indrawi.
Pengetahuan aposteriori
itu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara menggabunggabungkan pengertian
yang satu dengan yang lainnya menyangkut hal-hal yang terdapat dalam alam
tangkapan indrawi atau yang adanya dalam pengalaman empiris.
Metode deduksi adalah
cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan
mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan hal-hal yang
bersifat umum. Metode induksi adalah cara penanganan terhadap suatu objek
tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum berdasarkan
atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang lebih khusus.
Metode
Penyelidikan Ilmiah
Metode
penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang
berbentuk daur/ metode siklus empiris dan metode vertikal atau yang berbentuk
garis lempang/metode linier. Yang dinamakan metode siklus-empiris adalah suatu
cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu yang biasanya bersifat
empiriskealaman dan penerapannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di
dalam laboratorium, dan sebagainya.
Metode vertikal/berbentuk
garis tegak lurus atau metode linier/berbentuk garis lempang digunakan dalam
penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek materialnya hal-hal yang pada
dasarnya bersifat kejiwaan, yaitu yang lazimnya berupa atau terjelma dalam
tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan seperti dalam biang
politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Penerapan metode seperti ini
apabila dikatakan mengambil bentuk bentuk garis tegak lurus berarti suatu
proses yang bertahap dan apabila dikatakan mengambil bentuk garis lempang
berarti proses yang bersifat setapak demi setapak. Penerapan metode ini diawali
dengan pengumpulan bahan penyelidikan secukupnya, kemudian bahan itu dikelompokkan
menurut suatu pola atau suatu bagan tertentu.
Dalam babak terakhir kita
menarik kesimpulan yang umum berdasarkan atas pengelompokan bahan semacam itu
dan apabila dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramalan/prediksi yang
menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan semacam ini
biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka, yaitu kelompok manusia
tertentu
Teori
Ilmu
dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, Einstein berkata, apa pun juga
teori yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksudkan di sini adalah
penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori
merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional
digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu
penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu
penjelasan, biar bagaimanapun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta
empiris untuk dapat dinyatakan dengan benar.
Teori merupakan pengetahuan
ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah
disiplin keilmuan. Sebenarnya tujuan akhir dari tiap disiplin keilmuan adalah
mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten, namun hal
ini baru dicapai oleh beberapa disiplin keilmuan saja seperti umpamanya fisika.
Bila dalam fisika saja keadaannya sudah seperti ini maka dapat dibayangkan bagaimana
situasi perkembangan penjelasan teoretis pada disiplin-disiplin keilmuan dalam
bidang sosial.
Ilmu sosial pada
kenyataannya terdiri dari berbagai teori yang tergabung dalam suatu disiplin
keilmuan yang satu sama lain belum membentuk suatu perspektif teoretis yang
bersifat umum. Teori-teori ini sering mempergunakan postulat dan asumsi yang berbeda
satu sama lain. Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya
merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih
dalam suatu kaitan sebab akibat. Pernyataan yang mencakup hubungan sebab akibat
ini, atau dengan perkataan lain hubungan kasualitas, memungkinkan kita untuk meramalkan
apa yang akan terjadi sebagai akibat dari sebuah sebab. Secara mudah maka dapat
kita katakana bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang
"mengapa" suatu gejala-gejala terjadi.
Sedangkan hokum memberikan
kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang "apa" yang mungkin
terjadi. Pengetahuan ilmiah yang berbentuk teori dan hokum ini harus mempunyai tingkat
keumuman yang tinggi, atau secara idealnya, harus bersifat universal. Dalam
usaha mengembangkan tingkat keumuman yang lebih tinggi ini maka dalam sejarah
perkembangan ilmu kita melihat berbagai contoh di mana teori-teori yang
mempunya tingkat keumuman yang lebih rendah disatukan dalam suatu teori umum
yang mampu mengikat keseluruhan teori tersebut. Makin tinggi tingkat keumuman
sebuah konsep, maka makin "teoretis" konsep tersebut. Pengertian
teoretis di sini dikaitkan gejala fisik yang dijelaskan oleh konsep yang
dimaksud.
Artinya makin teoritis
sebuah konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan
dengan gejala fisik yang tampak nyata. Di sinilah pendekatan rasional
digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode
ilmiah. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang
sesuai dengan fakta dengan yang tidak.
Secara sederhana maka hal
ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu 1)
Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya
kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan: dan 2) Harus cocok dengan
fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak
didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara
ilmiah.
Hipotesis
Fakta tidak berbicara untuk
diri mereka sendiri. Dalam dunia yang ditelaah ilmu, sekelompok molekul atau
sel tidak meloncat-loncat, melambaikan tangan, bersuit- suit, dan mengatakan,
"Hai, lihat saya! Di sini! Saya adalah batu, atau pohon, atau kuda." Apanya
suatu benda tergantung kepada merek yang diberikan manusia kepada benda
tersebut. Bagaimana suatu benda dapat dijelaskan tergantung
kepada hubungan konseptual yang dipakai menyorot benda tersebut.
Kenyataan ini membawa kita
kepada salah satu segi yang paling sulit dari metodologi keilmuan yakni peranan
dari hipotesis. Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan antar
variabel. Hubungan hipotesis ini diajukan dalam bentuk dugaan kerja, atau
teori, yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan hubungan tersebut.
Hipotesis diajukan secara khas dengan dasar coba- coba (trial-and-error).
Hipotesis hanya merupakan dugaan yang beralasan, atau mungkin merupakan
perluasan dari hipotesis terdahulu yang telah teruji kebenarannya, yang
kemudian diterapkan pada data yang baru. Dalam kedua hal di atas, hipotesis
berfungsi untuk mengikat data sedemikian rupa, sehingga hubungan yang diduga
dapat kita gambarkan, dan penjelasan yang mungkin dapat kita ajukan.
Sebuah hipotesis biasanya
diajukan dalam bentuk pernyataan "jika X, maka Y". Jika kulit
manusia kekurangan pigmen, maka kulit itu mudah terbakar saat disinari
matahari. Hipotesis ini memberikan penjelasan sementara paling tidak tentang
beberapa hubungan antara pigmentasi dengan sinar matahari. Hipotesis ini juga
mengungkapkan kepada kita syarat mana yang harus dipenuhi dan pengamatan apa
yang diperlukan jika kita ingin menguji kebenaran dari dugaan kerja tersebut.
Oleh karena itu, maka sebelum
teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan
statusnya hanyalah bersifat sementara. Sekiranya kita menghadapi suatu masalah
tersebut, kita dapat mengajukan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari
permasalahan tersebut. Secara teoretis maka sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis
sebanyak-banyaknya sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik.
Hanya di sini dari sekian hipotesis yang diajukan itu hanya satu yang diterima berdasarkan
kriteria kebenaran keorespondensi yakni hipotesis yang didukung oleh fakta-
fakta empiris
Logika
Penalaran merupakan suatu proses
berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran
itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu
cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau
proses penarikan kesimpulan itu dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan
sebagai "pengkajian untuk berpikir secara sahih". Lapangan dalam
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan
serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir adalah objek
material logika. Berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia.
Dengan berpikir, manusia 'mengolah', 'mengerjakan' pengetahuan yang telah diperolehnya.
Dengan mengolah dan mengerjakannya, ini terjadi dengan mempertimbangkannya,
menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan
ketepatannya. Karena berpikir lurus
dan tepat, merupakan objek formal logika.
Logika menurut The Liang Gie
(1980) dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu (i) logika dalam pengertian
luas dan sempit; (ii) logika deduktif dan logika induktif; (iii) logika formal dan
logika material; (iv) logika mumi dan logika terapan; dan (v) logika filsafati
dan logika matematik. Pertama, logika makna luas dan logika makna
sempit. Dalam arti sempit istilah tersebut dipakai searti dengan logika deduktif
atau logika formal. Sedangkan dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup
kesimpulan- kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem
penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai
logika itu sendiri.
Kedua, logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif
adalah suatu ragam logika yang mempelajari asas- asas penalaran yang bersifat
deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai
kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada kesimpulan umum yang
bersifat boleh jadi (probabiliti).
Ketiga, logika formal dan logika material. Logika formal mempelajari
asas, aturan atau hukum-hukum berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat
berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari
langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya
dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-
sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan,
dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu. Logika formal dinamakan
juga logika minor, sedangkan logika material dinamakan logika mayor. Yang disebut
logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah cara berpikir untuk
mencapai kebenaran.
Keempat, logika murni dan logika terapan. Logika mumi merupakan
suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua
segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang
ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan
bahasa sehari-hari.
Kelima, logika filsafati dan logika matematik filsafati
dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan
sangat erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan
etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode
matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna
ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.
Data-informasi
Tahap ini merupakan sesuatu
yang paling dikenal dalam metode keilmuan. Disebabkan oleh banyaknya kegiatan keilmuan
yang diarahkan kepada pengumpulan data, maka banyak orang yang menyamakan
ilmuwan dengan pengumpulan fakta. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam
bentuk pernyataan-pernyataan. Pengamatan yang teliti yang dimungkinkan oleh
terdapatnya berbagai alat, yang dibuat manusia dengan penuh akal, memberikan
dukungan yang dramatis terhadap konsep keilmuan sebagai suatu prosedur yang
pada dasarnya adalah empiris dan induktif.
Tumpuan terhadap persepsi
indra secara langsung atau tidak langsung, dan keharusan untuk melakukan
pengamatan secara teliti seakan menyita perhatian kita terhadap segi empiris
dari penyelidikan keilmuan tersebut. Penyusunan dan klasifikasi data. Tahap
metode keilmuan ini menekankan kepada penyusunan fakta dalam kelompokkelompok, jenis-jenis,
dan kelas-kelas. Dalam semua cabang ilmu, usaha untuk mengidentifikasi,
menganalisis, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta yang relevan tergantung
kepada adanya sistem klasifikasi disebut taksonomi, dan ilmuwan modern terus
berusaha untuk menyempurnakan taksonomi khusus bidang keilmuan mereka.
Deskripsi dan klasifikasi
memang suatu hal yang pokok dalam ilmu, tetapi adalah menyesatkan bila kita
mengacaukan deskripsi dan penyusunan ini dengan seluruh urutan kegiatan yang
merupakan metode keilmuan.
Pembuktian
Langkah selanjutnya sesudah
penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dengan mengonfron-
tasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering sekali dalam hal ini kita harus
melakukan langkah perantara yakni menentukan faktorfaktor apa yang dapat kita
uji dalam rangka melakukan verifikasi terhadap keseluruhan hipotesis tersebut.
Proses pengujian ini seperti yang telah kita singgung sebelumnya merupakan
pengumpulan fakta- fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan.
Fakta- fakta ini
kadang-kadang bersifat sederhana yang dapat kita tangkap secara langsung dengan
pancaindra kita. Kadang- kadang kita memerlukan instrumen yang membantu pancaindra
kita umpamanya teleskop atau mikroskop. Tidak jarang pula beberapa pembuktian
ilmiah memerlukan alat yang rumit sekali, sehingga sering terjadi bahwa
hipotesis baru dapat dibuktikan berapa lama kemudian setelah ditemukan alat
yang dapat membantu mengum-
Daftar pustaka
Adib, H. Mohammad. "Filsafat
Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan."
(2011).
Komentar
Posting Komentar