PEGAWASAN PROGAM BK
BAB IX
Pengertian
Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat berkaitan erat
dengan pencapaian tujuan organisasi, sehingga pengawasan dalam organisasi
apapun menjadi mutlak dilakukan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh G.R. Terry,
yang mengatakan bahwa: “Dalam rangka pencapaian tujuan suatu organisasi, termasuk
negara sebagai organisasi kekuasaan terbesar seyogyanya menjalankan fungsi-fungsi
manajemen yang terdiri dari: perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), memberi dorongan (actuating), dan pengawasan (controlling).” (G.R
Terry, 1991:15)
Jenis-jenis
Dilihat dari
subyeknya, Diharna dalam bukunya Pemeriksaan dalam Pengawasan, membedakan
pengawasan menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Pengawasan Melekat atau Sistem Pengendalian
Manajemen 2. Pengawasan Aparat Pemeriksa Fungsional 3. Pengawasan Legislatif 4.
Pengawasan Masyarakat 5.
Pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (Diharna, 1999:11) Pengawasan
Melekat atau Sistem Pengendalian Manajemen merupakan pengawasan yang berjalan
secara otomatis yang terbentuk oleh sistem kerja dan apabila mendapatkan
kesalahan, pelaksana/pimpinan satuan kerja langsung melakukan koreksi; bahkan
berusaha mencegah terjadinya kesalahan.
Pengawasan ini terjadi dengan adanya saling pengendalian atau
saling melakukan pengawasan antar bagian dalam proses pelaksanaan karena
diciptakannya “tanding procedure” dalam mekanisme kerja. Pengawasan Aparat
Pemeriksa Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemeriksa
dalam institusi pengawasan yang hasil pemeriksaannya berupa rekomendasi bagi
perbaikan pelaksanaan atau perbaikan perencanaan.
Aparat pemeriksa fungsional mempunyai norma pemeriksanaan sendiri.
Pengawasan Legislatif dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat biasanya dengan
cara membandingkan hasil pelaksanaan dengan rencana, kebijaksanaan, peraturan,
dan menyoroti pula cara pelaksanaan. Pengawasan Masyarakat dilakukan oleh
anggota masyarakat masyarakat, biasanya menyoroti kerugian atau terganggunya
kepentingan dirinya, keluarganya, kelompoknya, atau masyarakatnya. Sedangkan
pengawasan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan indikator tumbuhnya
masyarakat madani, yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Lembaga ini mempunyai kedudukan yang makin kuat dalam 15 ikut
mengatur kehidupan bermasyarakat sehingga menjadi lembaga yang mendominasi
pengaturan kehidupan masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa macam
pengawasan yang dikemukakan oleh para ahli, ditinjau dari beberapa segi.
Menurut Sujamto, dari subyeknya pengawasan terbagi atas pengawasan formal dan
informal.
Pengawasan formal (Sujamto) adalah: “Pengawasan yang dilakukan oleh
instansi/pejabat yang berwenang (resmi), baik yang bersifat intern dan
ekstern”. Contohnya ialah pengawasan oleh BPK atau Inspektorat Jenderal
terhadap instansi-instansi atau pejabat-pejabat atau proyek-proyek pemerintah.
Sementara pengawasan informal menurut Sujamto, ialah: “Pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat. Baik langsung maupun tidak langsung”.
Jenis pengawasan menurut ruang lingkupnya dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: “Pengawasan dari dalam (internal control) dan pengawasan dari luar
(eksternal control).” (Handayaningrat, 1986:144) Pengawasan dari dalam
(internal control) berarti: “Pengawasan yang dilakukan oleh Aparat/Unit
Pengawasan yang terbentuk di dalam organisasi itu sendiri.” (Handayaningrat,
1986:144) Aparat/Unit Pengawasan ini bertindak atas nama Pimpinan Orgainsasi
yang bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan oleh
pimpinan organisasi.
Data-data dan informasi ini dipergunakan oleh pimpinan untuk
menilai kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil pengawasan
ini dapat pula digunakan dalam menilai kebijaksanaan pimpinan. Untuk itu
kadang-kadang pimpinan perlu meninjau kembali kebijaksanaan/keputusan-keputusan
yang telah dikeluarkan. Sebaliknya 18 pimpinan dapat pula melakukan
tindakan-tindakan perbaikan (korektif) terhadap pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya.
Sedangkan pengawasan dari luar (eksternal control) diartikan
sebagai: “Pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan dari luar
organisasi.” (Handayaningrat, 1986:144) Aparat/unit pengawasan merupakan aparat
pengawasan yang bertindak atas nama atasan dari pimpinan orgnaisasi itu atau
bertindak atas nama pimpinan organisasi karena permintaannya.
Tujuan
Dalam rangka melaksanakan pekerjaan untuk dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, maka perlu adanya pengawasan. Menurut Leonard D. White
seperti yang dikutip oleh Situmorang mengatakan bahwa maksud dari
dilaksanakannya pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjamin bahwa kekuasaan itu digunakan untuk tujuan yang
diperintahkan dan mendapat dukungan serta persetujuan dari rakyat.
b. Untuk melindungi Hak Azasi Manusia yang telah dijamin oleh
Undangundang dari tindakan penyalahgunaan kekuasaan.
(Situmorang, 1994:23) Handayaningrat menyebutkan bahwa: “Pengawasan
itu dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan,
ketidasesuaian, penyelewengan, dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan
wewenang yang telah ditentukan.
Maksudnya adalah bukan mencari-cari kesalahan terhadap orangnya, tetapi
mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan.” (Handayaningrat,
1986:143) Jadi pengawasan dimaksudkan untuk menjamin tidak adanya tindakan
penyalahgunaan kekuasaan, dan untuk mencegah atau memperbaiki penyimpangan agar
segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dengan maksud di atas,
maka pelaksanaan pengawasan diharapkan akan membawa hasil yang positif bagi
tercapai tujuan. Pengawasan
tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pekerjaan apakah berjalan lancar atau tidak.
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya
kesalahan kesalahan yang baru.
3. Untuk mengetahui apakah penggunaan anggaran yang telah
ditetapkan dalam perencanaan dapat terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
4. Untuk dapat mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan rencana sebagaimana yang telah ditetapkan.
5. Untuk menetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan apa yang
telah ditetapkan dalam perencanaan.
6. Memberikan saran tindak lanjut pekerjaan agar sesuai dengan
ketentuan dan kebijaksanaan dari
pejabat yang berwenang. (Suradinata, 1996:56-57)[1]
Langkah
J.Mockler membagi pengawasan menjadi empat tahap yaitu sebagai
berikut:
1. Menetapkan standar dan metode untuk mengukur kinerja. Penetapan
standar dan metode untuk pengukuran kinerja bisa mencakup standar dan ukuran
segala hal, mulai dari target penjualan, produksi sampai pada catatan kehadiran
dan keamanan pekerja. Untuk menjamin efektivitas langkah ini, standar tersebut
harus dispesifikasikan dalam bentuk yang berarti dan diterima oleh para
individu yang bersangkutan.
2. Mengukur kinerja. Langkah mengukur kinerja merupakan proses yang
berlanjut dan repetitive, dengan frekuensi actual bergantung pada jenis
aktivitas yang sedang diukur.
3. Membandingkan kinerja sesuai dengan standar. Membandingkan
kinerja adalah membandingkan hasil yang telah diukur dengan target atau standar
yang telah ditetapkan. Apabila kinerja sesuai dengan standar yang ditetapkan,
maka manajer berasumsi bahwa semua berjalan lancar. Mereka tidak perlu aktif
mengintervensi dalam organisasi.
4. Mengambil langkah pembenahan. Langkah ini diambil jika kinerja dinilai
tidak mencapai standar. Tindakan
pembenahan dapat berupa perubahan pada sebuah atau beberapa kegiatan dalam
operasi organisasi atau terhadap standar yang telah ditetapkan sebelumnya
BAB X
PENILAIAAN
Pengertian
Menurut Suharsimi Arikunto (2009) penilaian adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat
kualitatif. Dalam buku, “Bimbingan Dan Konseling Disekolah”, terbitan
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, departemen Pendidikan Nasional (2008:27) dijelaskan bahwa
Penilaian merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan. dalam PP.19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17 dikemukakan bahwa
“penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik”.
Menurut NSW Departement of Education (dikutip Arthur, 1996: 324)
Assesment is the process of gathering evidence and making judgement about
students’ needs, strenghts, abilities and eachievement. Penilaian adalah proses
mengumpulkan fakta-fakta dan membuat keputusan tentang kebutuhan siswa,
kekuatan, kemampuan, dan kemajuannya. menurut Hargrove dan Poteet (1984)
Assesment is the process of gathering information, using appropriate tools and
technique. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi, dengan menggunakan
alat dan teknik yang layak).
Palomba and Banta (1999), Assessment is the systematic collection ,
review , and use of information about educational programs undertaken for the
purpose of improving student learning and development (Artinya: penilaian
adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang
program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa). Penilaian
adalah proses mengumpulkan informasi tentang siswa dan kelas untuk
maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional (Richard I. Arends, 2008:
217).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa assessment
atau penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa, menjelaskan dan menafsirkan hasil
pengukuran (kuantifikasi suatu objek, sifat, perlaku dll), menggambarkan
informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi
(rangkaian kemampuan) siswa. Assessment memberikan informasi lebih konprehensif
dan lengkap dari pada pengukuran, sebab tidak hanya mengunakan instrument tes
saja, tetapi juga mengunakan tekhnik non tes lainya. Penilaian adalah kegiatan
mengambil keputusan untuk menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik buruk
dan bersifat kualitatif. Hasil penilaian sendiri walaupun bersifat kualitatif,
dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai
kuantitatif (berupa angka).[2]
Tujuan
1. Mengetahui
tingkat penguasaan kompetensi dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
sudah dan belum dikuasai seorang/sekelompok peserta didik untuk ditingkatkan
dalam pembelajaran remedial dan program pengayaan.
2. Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi belajar peserta
didik dalam kurun waktu tertentu, yaitu harian, tengah semester, satu semester,
satu tahun, dan masa studi satuan pendidikan.
3. Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat
penguasaan kompetensi bagi mereka yang diidentifikasi sebagai peserta didik
yang lambat atau cepat dalam belajar dan pencapaian hasil belajar.
4. Memperbaiki proses pembelajaran pada pertemuan semester
berikutnya.
Fungsi
Penilaian
1. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai
suatu kompetensi.
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu
peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah
berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk
penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik
menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang
kemajuan perkembangan peserta didik.
Prinsip
Penilaian
Prinsip umum dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik sebagai
berikut.
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan
kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan
peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu
komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan
dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dan dengan berbagai teknik penilaian yang
sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik
dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
9. Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan
kemajuan peserta didik dalam belajar.[3]
Jenis Penilaain
Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
keefektifan layanan dilihat dari prosesnya. Dan penilaian proses Bimbingan
Konseling dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian rumusan kegiatan
yang telah diprogramkan dalam satuan-satuan layanan dapat diimplementasikan
kepada sasaran layanan, sehingga tersedia informasi tentang kualitas atau mutu
layanan. Penilaian proses ini dilakukan terhadap jenis layanan BK, kegiatan
pendukung BK, mekanisme dan intrumentasi yang digunakan serta pengelolaan dan
administrasi kegiatan. Arah penilaian dalam proses pelaksanaannya menurut
Prayitno ( 1996 ) dapat dilakukan dengan :
1.Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan
atau pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang dialaminya.
2.Mengungkapakan kegunaan layanan bagi siswa sebagai hasil dari
partisipasi dan aktifitas dalam kegiatan layanan
3. Mengungkapkan minat siswa tentang perlunya layanan lebih lanjut
4.Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini
terutama dilakukan dalam kegiatan layanan yang berkesinambungan), dan
5.Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan
kegiatan layanan.
Selanjutnya, Direktorat tenaga kependidikan Direktorat jenderal
peningkatan mutu Pendidik dan tenaga kependidikan Departemen pendidikan
nasional, 2008 tentang Kompetensi Manejerial menyatakan bahwa Penilaian dalam
kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan juga terhadap proses kegiatan dan
pengolahannya, yaitu terhadap :
1.Kegiatan layanan bimbingan dan konseling
2.Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
3.Mekanisme dan instrumentasi yang digunakan dalam kegiatan
4.Pengelolaan dan administrasiinistrasi kegiatan
Hasil penilaian proses digunakan untuk meningkatkan kualitas
kegiatan bimbingan dan konseling secara menyeluruh. Dalam pelaksanaan program
bimbingan dan konseling di sekolah banyak faktor yang terlibat yang perlu
dievaluasi, terutama yang terkait dengan pengelolaan pelayanan bimbingan dan
konseling. Faktor pengelolaan yang perlu di evaluasi, meliputi;
a. Organisasi dan administrasi program pelayanan bimbingan dan
konseling
b. Petugas pelaksanaan atau personel (tenaga profesional) dan bukan
profesional.
c. Fasilitas dan perlengkapan
1.Fasilitas teknis seperti; tes, inventori, format-format dan
sebagainya
2.Fasilitas fisik seperti; ruang kerja konselor, ruang konseling, ruang tunggu,
ruang pertemuan, ruang adminisrasi, ruang penyimpanan instrumen, ruang
penyimpanan data.
3.Perlengkapan seperti; meja, kursi, filling kabinet, files, lemari
dan sebagainya.
d. Anggaran biaya
Anggaran biaya yang perlu dipersiapkan adalah untuk pos-pos
seperti; honorarium pelaksana, pengadaan dan pemeliharaan sarana fisik dan
perlengkapan, biaya operasional (perjalanan, kunjungan rumah, penilaian dan
penelitian)
Penilaian Satuan Pendukung
Penilaian bimbingan konseling mempunyai kekhasan tertentu dari
dibandingkan dengan penilaian di bidang lainnya. Prayitno ( 1998 ) dalam Buku
Riska Ahmad (2002 : 105) menyatakan bahwa secara khusus penilaian bimbingan
konseling menggunakan istilah “penilaian pengembangan”. Hal ini disebabimbingan
konselingan karena penilaian itu disamping mengacu kepada hasil yang diperoleh
klien juga berorientasi pada apa yang terjadi selama proses layanan
berlangsung. Terkhusus untuk satuan kegiatan pendukung layanan, penilaian dapat
dilakukan dengan :
1.Mengungkapkan perolehan guru pembimbing sebagai hasil dari
kegiatan pendukung yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kegiatan layanan
terhadap siswa
2.Mengungkapkan komitmen pihak-pihak yang terkait dalam penanganan/ pengentasan
permasalahan siswa (dalam butir ini termasuk kegiatan konferensi kasus,
kunjungan rumah, alih tangan kasus )
3.Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan
kegiatan pendukung.
Selain itu
apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih
bersifat “penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini
(Depdiknas, 2008).
1.Mengamati partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan layanan
bimbingan.
2.Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan
atau pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang dialaminya.
3.Mengungkapkan kegunaan layanan bagi siswa dan perolehan siswa
sebagai hasil dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
4.Mengungkapkan minat siswa tentang perlunya layanan bimbingan
lebih lanjut.
5.Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini
terutama dilakukan dalam kegiatan layanan bimbingan yang berkesinambungan).
6.Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan
layanan.
Bentuk Hasil Penilaian
bimbingan konseling
Bentuk hasil penilaian bimbingan konseling itu berupa laporan
penyelenggaraan program. Dalam laporan tersebut akan dijabarkan berbagai
informasi berkenaan dengan penyelenggaraan program, materi kegiatan sampai
komponen-pomponen yang terlibat dalam keseluruhan kegiatan bimbingan konseling.
Bentuk isi laporan pelaksanaa program sediakalanya telah termuat dalam format
satuan layanan. Laporan ini akan dilaporkan secara periodik dalam bentuk
kualitatif.
Untuk memperoleh
gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan program bimbingandan konseling
di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program
bimbingan dan konseling di sekolah. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran
tentang hasil dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah harus dilihat
dalam diri peserta didik yang memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling itu
sendiri. Aspek-aspek yang bisa dilihat terutama:
a.Pandangan para lulusan tentang program pendidikan yang telah
ditempuhnya,
b. Kualitas prestasi bagi para lulusan,
c.Pekerjaan, jabatan atau karier yang dijalaninya,
d.Proporsi lulusan yang bekerja dan belum bekerja
Evaluasi perlu diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan
evaluasi yang merupakan analisis dari hasil penilaian proses maupun hasil
dijadikan dasar dalam tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program
pelayanan konseling. Dengan dilakukan penilaian secara komprehensif, jelas dan
cermat, maka diperoleh data atau informasi tentang proses dan hasil seluruh
kegiatan pelayanan konseling.
Data dan informasi ini dapat dijadikan bahan untuk
pertanggungjawaban/akuntabiltas pelaksanaan program pelayanan konseling. Secara
skematis evaluasi program pelayanan konseling tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tahap-tahap Penilaian
1.Penilaian Segera ( Laiseg )
Penilaian segera (laiseg) adalah penilaian yang dilakukan segera
setelah pelaksanaan layanan bimbingan konseling. Laiseg biasanya dilakukan oleh
guru pembimbing untuk melihat AKUR (Acuan, Kompetensi, Usaha dan Rasa) siswa
asuh segera setelah mengikuti pelaksanaan pembelajaran dalam layanan bimbingan
konseling.
2.Penilaian Jangka Pendek ( Laijapen )
Penilaian jangka pendek ( laijapen ) adalah penilaian yang
dilakukan beberapa waktu setelah pemberian bantuan. Laijapen biasanya dilakukan
guru pembimbing untuk melihat apakah action yang direncanakan siswa asuh untuk
dilakukan setelah mengikuti program pelayanan bimbingan konseling betul-betul
sudah dilakukan. Hal ini mungkin dilaksanakan setelah tiga hari sampai seminggu
pasca pelayanan diberikan kepadanya, tidak boleh terlalu lama.
3.Penilaian Jangka Panjang ( Laijapang )
Penilaian jangka panjang ( laijapang ) adalah penilaian yang
dilakukan beberapa waktu setelah pemberian bantuan. Laijapang biasanya
dilakukan guru pembimbing untuk melihat apakah action yang telah dilakukan
siswa asuh setelah mengikuti program pelayanan bimbingan konseling sesuai
dengan rencana dapat memberikan hasil yang positif terhadapnya. Dapat juga
dilihat bagaimana keberlanjutannya pada masa datang.
Selanjutnya, menurut A. Muri Yusuf ( 1998 ) dalam Buku Riska Ahmad
( 2002 : 104) mengemukakan bahwa penilaian jangka pendek dan jangka panjang
lebih mengacu kepada terpecahkannya masalah siswa secara menyeluruh.[4]
[1]
http://digilib.unila.ac.id/393/4/Ahmad%20Denny%20Salthori_Bab%20II.pdf
[2]
https://mathedc.wordpress.com/2016/10/22/pengertian-pengukuran-dan-penilaian-menurut-para-ahli/
[3]
https://zuhriindonesia.blogspot.co.id/2017/04/materi-utn-2017-tujuan-fungsi-dan.html
[4]
http://lenterakonseling.blogspot.co.id/2016/03/penilaian-dalam-bk.html
Komentar
Posting Komentar