KONSELING BEHAVIORAL

 

A.      Latar Belakang

TT adalah merupakan upaya menjadikan kondisi laboraturium menjadi tempat mengembangkan tekmik konseling. Karena bergelut dengan berbagi eksperimen, maka TT memilih prinsip dasar yang banyak dilhami dari hasil eksperimen tersebut.  Para TT menyakini, bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalamannya. Tingkah laku seseorang adalah asli, bukanlah fenomena mental seseorang sebagai akibat dari pembelajaran, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan lainnyaadanya perbedaan antar individu justru disebabkan perbedaan pengalaman ini. Pengalaman tersebut diperoleh berasal dari individu dari interaksi individu dengan lingkungannya. Kondisi lingkungan lebih dominan menentukan arah pengalaman yang diterima individu.

Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bemasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.

B.   Rumusan masalah

1.      Bagaimana Tokoh Pengembangannya ?

2.      Bagaimana Sejarah Lahirnya TT ?

3.      Bagaiman Konsep Pokoknya ?

4.      Bagaiman Tingkah Laku Salah Suai ?

5.      Apa Tujuan Konseling ?

6.      Bagaimana Proses Konseling ?

7.      Kemungkinan penerapan TT disekolah ?

C.   Tujuan

1.    Mengetahui Bagaimana Tokoh Pengembangannya

2.    Mengetahui Bagaimana Sejarah Lahirnya TT

3.    Mengetahui Bagaiman Konsep Pokoknya

4.    Mengetahui Bagaiman Tingkah Laku Salah Suai

5.    Mengetahui Apa Tujuan Konseling

6.    Mengetahui Bagaimana Proses Konseling

7.    Mengetahui Kemungkinan penerapan TT disekolah

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Tokoh Pengembangan

Kelahiran model ini tidak tidak seperti model lainnya, yang diluncurkan oleh seorang penemu, seperti frued dengan psikoanalisanya, Burne dengan Analisis Traksaksi, Ericson dengan Terapi Rasional Emotif, atau Rogers dengan Person Centered Theraphy. Terapi Tingkah Laku (behavioristic therapy) dipelopori oleh banyak ahli, dikembangkan secara simultan oleh para pakar secara terpisah dan akhirnya terakumulasi menjadi suatu model konseling yang disebut dengan therapy tingkah laku dan selanjutnya disingkat TT.

Istilah behavior therapy pertama sekali digunakan oleh Lindzey tahun 1954. Model ini mulanya berkembang di Inggris, lalu menjalar ke Amerika, Afrika dan akhirnya sampai di Asia. Kecambah TT dimulai oleh Mowre dan Paplov kemudian tumbuh dan berkembang di tangan Hull, B.F Skinner Lazarus, Watson, Dolard & Miller, Patterson, Eysenck dll. Namun diAmerika TT lebih populer dengan istilah modifikasi tingkah laku (behavior modification).

 

B.       Sejarah Lahirnya TT

Sebelum TT muncul sebagai salah satu model konseling sebenarnya telah ada serangkaiian eksperimen yang dilakukan. Rangkaian eksperimen itu telah melahirkan berbagai teori, dimulai teori classical conditioning dari Hull dan Paplov, operant conditioning dari B.F. Skinner dan cognitive behavior therapy dari Wolpe, Lazarus dll. Pada tahun 1960 model TT menjadi mata kuliah dalam fakultas psikologi di berbagai negara dan akibatnya banyak temuan dibawah panji TT bermunculan; emotive imagery dari Lazarus, chemotherapy dari Wolpe, biofeedbacck dari Brown, covert sensitization dari Cautela dan cognitive behavior yang mengatakan bahwa rincian spesifik berbagai faktor yang dapat diamati yang mempengaruhi belajar serta membuat argument bahwa manusia dikendali oleh kekuatan-kekuatan eksternal. Dan ini merupakan modification dari Meichenbaum, serta Patterson & Guillion berhasil mengaplikasikannya dalam persekolahan. Kini TT justru sudah menjadi model yang memiliki asosiasi dengan anggota yang banyak.

Perjalanan TT itu bermula, ketika Mowrer & Mowrer tahun 1938 melakukan eksperimen yang disebut Classical Conditioning. Uji coba dilakukan pada seekor anjing dan lonceng. Seekor Anjing diikat dalam jangka waktu tertentu dan diberi makan tepat waktu dua kali sehari. Namun beberapa detik sebelum makan sang anjing diberti tahu dengan bunyi lonceng. Setelah beberapa saat, jauh sebelum waktu makan tiba, lonceng itu dibunyikan. Ternyata sang anjing ngeces, air ludah keluar. Suatu indikasi ia lapar dan pingin makan. Persoalannya, apakah keluarnya air ludah anjing itu keluar disebabkan karena ia benar-benar lapar atau karena bunyi lonceng. Ternyata jawabannya, motivasi makan anjing muncul karena kondisi. Biasanya, setelah bunyi lonceng ia deberi makanan. Meskipun belum waktunya, akibat kondisi diciptakan, telah membuat anjing tersebut pingin makan. Karena itu, dengan menciptakan kondisi tertentu akan mendorong prilaku tertenti dari si anjing.

 

C.       Konsep Pokok

TT adalah merupakan upaya menjadikan kondisi laboraturium menjadi tempat mengembangkan tekmik konseling. Karena bergelut dengan berbagi eksperimen, maka TT memilih prinsip dasar yang banyak dilhami dari hasil eksperimen tersebut.  Para TT menyakini, bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalamannya. Tingkah laku seseorang adalah asli, bukanlah fenomena mental seseorang sebagai akibat dari pembelajaran, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan lainnyaadanya perbedaan antar individu justru disebabkan perbedaan pengalaman ini. Pengalaman tersebut diperoleh berasal dari individu dari interaksi individu dengan lingkungannya. Kondisi lingkungan lebih dominan menentukan arah pengalaman yang diterima individu. Oleh karena itu, TT menolak adanya hubungan antara tingkah laku seseorang dengan kondisi fisiknya, bentuk tengkorak, serta ciri-ciri tulisan. Bukanlah alat yang valid untuk memprediksi atau mengontrol perilaku seseorang. Secara ringkas, teori TT dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.         Tingkah laku seseorang bisa diprediksi dengan mengontrol lingkungannya.

2.         Orang akan berusaha meraih reward dan sedapat mungkin menghindari kondisi yang merugikannya, tidak ada tingkah laku bebas dari itu.

3.         Tingkah laku seseorang dapat dirubah dengan memunculkan riward yang menyenangkannya, sama halnya dengan memberi hukuman (aversi)

4.         Orang akan meniru (modeling) prilaku yang baik bilamana telah menyaksikan manfaat prilaku itu diterapkan oleh orang yang berarti baginya.

5.         Perilaku yang dibentuk oleh kondisi lingkungan itu ama-lama akan berubah menjadi kebiasaan, sama halnya dengan UR

6.         Stimulus menjadi pendorong orang mendapatkan kepuasaan secara langsung akan bisa berganti dengan stimulus yang bersifat kognitif dan untuk mengejar kepuasaan yang lebih tinggi.

7.         Keberhasilan dalam pelaksanaan dalam kondisi yang dikendalikan seperti ruangan atau labor akan memungkinkan diterapkan pada kondisi luar.

 

D.      Tingkah Laku Salah Suai

1.         Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan

2.         Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.

3.         Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.

4.         Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut  dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

 

E.       Tujuan Konseling

Tujuan konseling menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diiginkan klien. Tujuan yang bersifat umum harus dijabarkan berdasarkan perilaku yang spesifik :

1.         Diinginkan oleh klien

2.         Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan

3.         Klien dapat mencapai tujuan

4.         Dirumuskan secara spesifik konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuankhusus konseling

 

F.        Teknik Konseling

Apapun bentuk permasalahan yang dialami individu baik berbentuk prilaku nyata (over) atau yang tersembunyi (cover) akan bisa diatasi dengan menggunakan model TT asalkan prosedur atau langkah-langkahnya diikuti secara benar. Diantara teknik TT yang terkenal antara lain :

1.         Kontrak tingkah laku, kontrak tingkah laku yang dimaksud dalam teknik ini dimana klien mengenal perilakunya yang salah dan kemudian berjanji kepada konselor untuk melakukan perilaku yang benar. Kontrak itu dimulai dengan melakukan percobaan, dan bila berhasil percobaan dilakukan dengan meningkatkan intensitasnya, sampai benar-benar klien bisa menghilangkan prilaku yang salah dan menggantinya dengan prilaku yang benar. Kontrak bisa dikembangkan untuk prilaku diluar praktik dan atau melakukan banyak orang.

2.         Role Playing atau bermain peranan, dimulai kesediaan klien menceritakan problem atau masalahnya, kemudian klien diminta untuk berperan sebagai lawannya. Ia berganti posisi dengan tokoh dalam cerita klien itu. Klien diminta memainkan peran dari tokoh yang mungkin saja menjadi sumber dari masalahnya. Semakin banyak peran yang dimainkan, semakin sadar klien akan kondisi pihak lain.

3.         Modeling dan Latihan Asertif (Asertive Training) modeling adalah melakukan percontohan kepada klien bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana sesuatu itu terjadi. Peran tidak dilakukan oleh yang bersangkutan, tetapi dimainkan oleh model. Sedangkan latihan asertif mirip dengan role playing, tetapi dirancang dengan menjelaskan kemudian kalau perlu klien diminta mempersiapkan, sedapat mungkin direkam. Kesalahan yang terjadi dibahas bersama klien bisa merespon secara tepat.

4.         Aversi adalah menciptakan kondisi yang tidak menyenangkan bagi klien layaknya punhisment (hukuman). Dalam terapi klien, khususnya yang bersifat klinis dilakukan dengan menggunakan kejutan listrik arus lemah, cambuk atau pukulan. Pengguna aversi hendaknya setelah terjadi kontrol tingkah laku. Dibuat.

5.         Relaksasi adalah menciptakan  dalam pikiran (kognitif) perasaan rileks (menyenangkan). Klien diminta mengosongkan dan membebaskan fikirannya dan atau membebaskan beban pekerjaan otot dan fisiknya. Ini dimaksudkan agar klien bisa mengontrol dirinya terhadap kecemasaan atau masalah yang tengah dialaminya.

6.         Disensitisasi adalah peningkatan relaksasi. Kalau relaksasai kondisinya adalah menyenangkan atau tanpa beban, dalam disensititisasi klien justru didorong untuk mengendalikan pikirannya dalam kondisi tertentu, sehingga ia bisa mengendalikan pikirannya dalam kondisi tertentu, sehingga ia bisa mengendalikan stressnya. Ini dapat dapat dilakukan dengan membaringkan klien, dan kemudian melakukan relaksasi dan selanjutnya memadu pikiran klien untuk keluar dari stressnya.

7.         Teknik EGP, ini bertyujuan melatih klien untuk membuang pikirannya terhadap kondisi yang tidak menyenangkan. Bilamana muncul, klien mencoba menstopnya dengan teknik EGP (emang gue pikirin)

 

G.      Proses Konseling

1.         Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atau tidak

2.         Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya teknik-teknik yang digunakan dalam konseling

3.         Konselor mengontrol proses konseling dalam bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.

Deskripsi langkah-langkah konseling :

a.        Assesment langkah awal yang bertujuan untuk mengekplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaiaan, dan area masalahnya) konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.

b.        Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1)        Konselor dan klien mengidentifikasikan masalah yang dihadapi klien

2)        Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling

3)        Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien:

a)         Apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien

b)        Apakah tujuan itu realistik

c)         Kemungkinan manfaatnya

d)        Kemungkinan kerugiannya

e)         Konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai atau melakukan referal

c.              Technique implementation yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.

d.             Evaluation termination yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.

e.              Feedback yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meningkatkan proses konseling.

Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bemasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.

Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuatdan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyatab ditampilkan melalui tingkah laku klien.

1)        Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan

2)        Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan

3)        Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung)

4)        Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan system kontrak.

Penguatan dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan social.

 

H.      Kemungkinan penerapan TT disekolah

     TT adalah model konseling yang paling variatif, sehingga sangat memungkinkan diterapkan disekolah. Karena siswa berada disekolah setiap hari dalam waktu yang cukup lama, maka symptom atau gejala perilaku yang menunjukan masalah justru akan mudah teramati, termasuk dalam tahap penyembuhannya. Hal ini sangat memungkinkan TT akan berhasil bilamana diterapkan disekolah. Tambahan lagi, monitoring terhadap respoons yang dilatihkan akan dapat dilakukan pula dengan mudah, baik oleh konselor atau menggunakan sumber lainnya. Namun penerapan TT disekolah juga punya problem. Persoalan yang utama adalah keterampilan konselor untuk menerapkan dan memahami langkah-langkah terapi sangat diperlukan, termasuk kemampuan guru untuk memodifikasi berbagai teknik sehingga dapat diterima disekolah. Disamping itu, persoalan ruangan kelengkapannya seringkali menjadi hambatan yang sulit terselesaikan.[1]

Pendekatan konseling behavioral Skiner ;

1.         Manusia

a)        Manusia adalah mahkluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor dari luar

b)        Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar

1)        Pembiasaan klasik (PK)

2)        Pembiasaan operan (PO)

3)        Peniruan (PI)

c)        Tingkah laku tertentu terkait dengan kepuasaan atau ketidakpuasaan yang diperolehnya.

d)        Dengan demikian individu melalui pengalaman mengembangkan pola-pola kebutuhan yang mengarahkannya pada pola-pola tingkah laku tertentu

2.         Kepribadian

a)        Struktur kepribadian individu meliputi pola-pola tingkah laku yang dipelajari

b)        Peranan penguatan (reinforcement) amatlah penting, terutama self-reinforcement

3.         Kasus

a)        Masalah-masalah klien sebagian terbesar adalah masalah berkenaan dengan proses belajar

b)        Kepribadaian manusia terdiri dari kebiasaan-kebiasaan positif dan negaif

c)        Kebiasaan yang tidak cocok dengan lingkungan (dengan demikian disebut sebagai tingkah laku negative atau salah suai, atau abnormal) terbentuk melalui proses belajar dengan penguatan-penguatan

d)        Perbedaan antara tingkah laku normal dan salah suai tidak terletak pada bagaiman tingkah laku-tingkah laku itu dipelajari, melainkan pada tingkat kesesuaiannya terhadap tuntutan lingkungan. Tingkat kesesuaian ini akan menentukan apakah individu tidak lagi mendapat kepuasaan dengan tingkah lakunya itu, dan ataukah akan timbul konflik antara individu dan lingkungan.

e)        Konseling behavioral amat memperhatikan pola-pola tingkah laku yang tampak yang menyebabkan individu mengalami kesulitan

4.         Tujuan

a)        Tujuan konseling harus dinyatakan dalam bentuk dan istilah-istilah yang khusus, melalui ;

1)        Definisi masalah

2)        Sejarah perkembanagan klien, untuk mengungkapkan :

Ø  Kesuksesan atau kegagalan

Ø  Kekuatan atau kelemahan

Ø  Pola hubungan interpersonal

Ø  Tingkah lau penyesuaian

Ø  Area masalah

3)        Merumuskan tujuan-tujuan khusus

4)        Menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku

b)        Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan atau merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling

5.         Teknik

a)        Proses konseling adalah proses belajar; konselor membantu terjadinya proses belajar

b)        Suasana konseling haruslah hangat dan permisif. Saling percaya anatara konselor dan klien, serta konselor perlu perhatian terhadap klien. Hal ini perlu untuk memungkinkan :

1)        Timbulnya penguatan positif

2)        Klien mengekpresikan segala sesuatanya secara bebas

c)        Konselor aktif

1)        Merumuskan masalah yang dialami klien, dan menetapkan apakan konselor dapat membantu pemecahannya atau tidak

2)        Konselor memegang sebagian besar tanggung jawabatas kegiatan konseling. Khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling

3)        Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya

d)        Teknik konseling

1)        Teknik konseling behavioral didasarkan pada :penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk pola tingkah laku) terhadap perangsang; dengan demikian respon-respon yang barau akan dibentuk

2)        Teknik umum

a.         Shaping : memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. penguatan ini hendaknya benar-benar cukup kuat agar klien terdorong untuk mengubah tingkah lakunya, dilakukan secara sistematis, dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.

b.         Extinction : mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan

c.         Reinforcing incompatible behaviors : memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemuncukan tingkah laku yang tidak diingini.

d.         Imitative learning : meberikan contoh atau model, melalui : film, tape recorder, contoh nyata/langsung.

e.         Contacting : merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan, penguatannya bias berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan social. Syarat-syarat kontrak yang baik, yaitu adanya :

·           Kejelasan tentang hal-hal yang diharapkan dari kedua belah pihak (konselor dan klien)

·           Kejelasan dalam tingkat kemunculan tingkah laku dan ganjarannya

·           System monitoring

·           System sanksi

·           Ketentuan tertulis

·           System bonus, terutama untuk kontak jangka yang cukup panjang

f.          Cognitive learning : memberikan penjelasan lisan tentang berbagai hal

g.         Covert reinforcement : memberikan penguatan dengan jalan membayangkan hal-hal yang bersangkut-paut dengan tingkah laku yang menjadi objek konseling

3)        Teknik khusus

a.         Latihan keluguan (assertive training)

b.         Latihan respon-respon seksual

c.         Latihan penenangan

d.         desensitisasi[2]

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

            TT adalah model konseling yang paling variatif, sehingga sangat memungkinkan diterapkan disekolah. Karena siswa berada disekolah setiap hari dalam waktu yang cukup lama, maka symptom atau gejala perilaku yang menunjukan masalah justru akan mudah teramati, termasuk dalam tahap penyembuhannya. Hal ini sangat memungkinkan TT akan berhasil bilamana diterapkan disekolah. Tambahan lagi, monitoring terhadap respoons yang dilatihkan akan dapat dilakukan pula dengan mudah, baik oleh konselor atau menggunakan sumber lainnya.

Namun penerapan TT disekolah juga punya problem. Persoalan yang utama adalah keterampilan konselor untuk menerapkan dan memahami langkah-langkah terapi sangat diperlukan, termasuk kemampuan guru untuk memodifikasi berbagai teknik sehingga dapat diterima disekolah. Disamping itu, persoalan ruangan kelengkapannya seringkali menjadi hambatan yang sulit terselesaikan.

B. Kritik dan Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan penulis mengaharapkan kritik dan saran, untuk penulisan makalah selanjutnya

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Azwar Beni, Pendekatan-Pendekatan Dalam Konseling, Lp2 STAIN CURUP 2012

Prayitno, Konseling Panca Waskita, Kerangka Konseling Eklektik, Padang 1998



[1] Beni Azwar, Pendekatan-Pendekatan Dalam Konseling, Lp2 STAIN CURUP, 2012 hal 135-145

[2] Prayitno, Konseling Panca Waskita, Kerangka Konseling Eklektik, Padang 1998 Hal 71-74

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN "KEPRIBADIAN MENYIMPANG"

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN

KESEHATAN MENTAL " TRAUMA"

Translate