SOSIOANTROPOLOGI KEKERABTAN



Bab I
Pembahasan
A.      Pengertian Kekerabatan
            Kekerabatan berasal dari kata kerabat yang artinya yang dekat (pertalian keluarga), sedarah sedaging, keluarga, sanak saudara, atau keturunan yang sama. Jadi, Kekerabatan merupakan hubungan kekeluargaan seseorang dengan orang lain yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang sama dalam satu keluarga.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Sistem kekerabtan yang dianut masyarakat Yang dianut masyarakat bedasarkan atas sistem kekerabatan bilatreal dan sistem kekerabatan unilateral.
Sistem kekerabatan bilateral adalah susunan keluarga yang menarik garis keturunan dari kedua pihak yaitu pihak ayah dan ibu, sistem bilateral banyak dianut masyarakat bali, jawa, dayak, toraja dan sebagainya.
Sistem kekerabatan unilateral ialah sistem kekerabatan yang menetapkan garis keturuna ayah dan ibu (saja), garis keturunan yang mengakui keluaraga ayah disebut patrilineal, sedangkan garis yang mengakui garis keturunan ibu saja disebut keturunan martilineal.
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Patrilineal berasal dari dua kata bahasa latin, yaitu pater yang artinya ayah, dan linea yang berarti garis. Jadi, patrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah.
 Penganut adat patrilineal di Indonesia antara lain adalah suku Batak, suku rejang dan suku Gayo, dari luar sendiri ada bangsa Arab yang menganut sistem patrilineal ini.
Matrilineal  adalah adat suatu masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Matrilineal berasal dari kata mater yang artinya ibu dan linea yang artinya garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu. Penganut adat matrilineal di Indonesia diantaranya suku minangkabau.
Menurut sistem patrilineal, kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dalam pembagian warisan daripada kedudukan wanita sehingga hanya anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris. Sebaliknya dalam sistem matrilineal kedudukan wanita lebih menonjol dibandingkan kedudukan pria dalam pewarisan.
Antara sistem keturunan yang satu dengan yang lain dapat berlaku dalam bentuk percampuran atau pergantian sistem, hal ini dikarenakan adanya hubungan perkawinan.
Suatu masyarakat yang menganut sistem patrilineal dan matrilineal mengenal bentuk perkawinan eksogami yakni prinsip perkawinan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, kelompok adat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman.
Dalam sistem matrilineal suku Minangkabau, berbentuk kawin bertandang (dimana kedudukan pria hanya sebagai tamu dan tidak berhak atas anaknya serta harta benda dalam rumah tangga), kawin menetap (suami istri tinggal dalam satu rumah dan membentuk keluarga sendiri) dan kawin bebas (setiap orang bebas memilih pasangannya masing-masing tanpa terikat kondisi khusus yaitu hukum adat dalam kelompok).
Kawin bebas berlaku bagi mereka yang telah melakukan perpindahan tempat tinggal atau bermigrasi.





B.        Pengertian keluarga
            Terdapat berbagai istilah yang bisa dipergunakan untuk menyebut ”keluarga”. Keluarga bisa berarti ibu, bapak, anak-anaknya atau seisi rumah, bisa juga disebut batih yaitu seisi rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berati kaum, yaitu sanak saudara serta kaum kerabat, pengertian ini mengacu pada aspek antropologis yaitu manusia dalam lingkungan keluarga.
            Definisi lainya adalah suatu kelompok yang terdiri dari yang lebihi dekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama. Dari sinilah pengertian keluarga dapat dipahami dari berbagai segi.
            Untuk menghindari kebinggunan itu, ia mencoba untuk mendefinisikan keluarga menurut persepektif  islam, keluarga adalah suatu struktur yang bersifsat khusus, yang satu dan lainya mempunyai ikatan baik akibat hubungan darah atau pernikahan.
            Fungsi keluarga mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban. Fungsi disini terdiri dari fungsi biologis, fungsi sosialisasi anak, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi afeksi, fungsi rekreatif dan fungsi ekonomis.
Ø  Fungsi biologi
Tugas keluarga dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluaga, memelihara dan merawat anggota keluarga.
Ø  Fungsi sosialisasi anak
Melalui fungsi ini, keluaraga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang diatur oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka.
Ø  Fungsi pendidikan
Tugas keluarga dalam hala ini adalah untuk menyekolahkan anak, memberi pengetahuan, keterampilan dan memebentuk perilaku anak sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, dan mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Ø  Fungsi perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
Ø  Fungsi afeksi
Tugas keluarga dalam hal ini adalah pemberian kasih sayang dan perhatian pada orang yang kita sayangi.
Ø  Fungsi rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi ini tidak harus selalu prgi ke tempat rekreasi, tetapu yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton  TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb.
Ø  Fungsi ekonomis
Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
            Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainya. Bentuk di sini dapat dilihat dari jumlah anggota keluarga, yaitu keluarga batih atau keluarga luas, dilihat dari sistem yang di gunakan dalam pengaturan keluarga, yaitu keluarga pangkal (steam family), yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri bersama anak-anaknya.
C. Pengertian perkawinan
            Perkawinan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk membnetuk keluarga. Perjanjian di sini, mencakup segala sesuatu yang meliputi perwujudan hak-hak suami dan istri untuk melahirkan dan membesarkan anak. Perkawinan sesungguhnya adalah perubahan status baru bagi seseorang dan pengakuan status tersebut bagi orang lain. Perayaan dan upacara ritual merupakan pengumuman status baru tersebut. Karena seseorang yang menikah memperoleh status baru, perkawinan yang sah melegalkan hak dan kewajiban suami istri yang diakui secara hukum.
Dalam proses perkawinan, keterlibatan anggota keluarga buka saja salam dua pihak, melainkan, melainkan banyak kelompok orang yang terlibat di dalamnya. Pertentangan dalam proses perkawinan itu mulai terjadi apabila orang tua ikut campur dalam menentukan pasangan bagi anaknya.
D. Pengertian perceraian 
Talak diambil dari kata itlak, artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dalam istilah agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan pernikahan.
Mengutip pendapat yang dikemukan Abdurrahman al-jaziri bahwa makna talak secara bahasa adalah melepaskan ikatan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu. Sedangakan secara istilah al-jaziri mengatakan :
ازالة النّكاح رفع العقد بحيث لا تحلّ له الزّوجة بعد ذلك.
Sedangakan Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Dari definisi diatas jelaslah bahwa telak merupakan sebuah lembaga yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan krena tidak tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya pasangan hidup yang dicintai.
Benaim (dalam Ulfasari, 2006) mengatakan bahwa meninggalnya pasangan hidup bagi seorang wanita akan terasa lebih menyakitkan dibanding laki-laki, karena itu seorang laki-laki yang ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung lebih cepat dapat melupakan atau menyelesaikan masalah tersebut dan memilih untuk menikah kembali. Sebaliknya bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya biasanya akan memiliki masalah yang lebih kompleks.
faktor Penyebab Perceraian
Kesetian dan Kepercayaan
Didalam hal ini yang sering kali menjadi pasangan rumah tangga bercerai, dalam hal ini baik pria ataupun wanita sering kali mengabaikan peranan kesetiaan dan kepercayaan yang diberikan pada tiap pasangan, hingga timbul sebuah perselingkuhan.
Seks
Didalam melakukan hubungan seks dengan pasangan kerap kali pasangan mengalami tidak puas dalam bersetubuh dengan pasangannya, sehingga menimbulkan kejenuhan tiap melakukan hal tersebut, dan tentunya anda harus mensiasati bagaimana pasangan anda mendapatkan kepuasan setiap melakukan hubungan seks.
Ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang ini memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan.
Pernikahan Tidak Dilandasi rasa Cinta
Untuk kasus yang satu ini biasanya terjadi karna faktor tuntutan orang tua yang mengharuskan anaknya menikah dengan pasangan yang sudah ditentukan, sehingga setelah menjalani bahtera rumah tangga sering kali pasangan tersebut tidak mengalami kecocokan.

Alasan Perceraian Menurut Undang-Undang
Mengenai alasan perceraian, UU perkawinan hanya mengaturnya secara umum yaitu bahwa untuk melakukan perceraian harus cukup ada alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (pasal 34 ayat 2 UU perkawinan). Di dalam PP No.9 tahun 1975 pasal 14 dinyataka hal-hal yang menyebabkan terjadinya karena alasan-alasan sebagai berikut :
a)         Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
b)         Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c)         Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d)        Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
e)         Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
f)          Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan  pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Dilihat dari pasal 116, ada tambahan dua sebab perceraian dibanding dengan pasal 14 PP 9 tahun 1975 yaitu suami melanggar taklik talak dan murtad. Tambahan ini relative penting karena sebelumnya tidak ada.
Alasan-alasan perceraian diatas secara limitatif ( terbatas pada apa yang disebutkan UU saja ) dan disamping itu harus ada alasan seperti yang disebutkan dalam pasal 39 ayat 2 UUP, maka jelas kepada kita bahwa UU sangat mempersulit terjadinya perceraian. Apalagi prosedur perceraian itu, haruslah melalui pengadilan yang berwenang dan sebelum hakim memutuskan perkara perceraian itu dia terlebih dahulu mengadakan perbagai usaha perdamaian diantara suami istri itu, baik dilakukan sendiri maupun bantuan pihak lain.
Dengan ketentuan tersebut diatas, maka perceraian tidak dapat lagi dilakukan sewenang-wenang oleh salah satu pihak suami-istri dan apabila mereka akan bercerai terlebih dahulu harus diuji dan diperiksa, apakah perceraian tersebut dapat dibenarkan oleh UU atau tidak.
Ketentuan ini merupakan sebagian dari tuntutan kaum wanita Indonesia, yang melihat praktek-praktek perceraian sebelum adanya UU perkawinan. Sedangkan dalam penentuan dalam proses perceraian ini adalah wewenang dari instansi peradilan. Oleh karena itu, diharapkan agar hakim dapat memikul tanggung jawab yang besar dengan kesadaran tinggi akan jiwa dan tujuan yang diatur dalam UU perkawinan serta harapan masyarakat pada umumnya.
E. Pengertian pewarisan
Bilamana  orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai kepada dua masalah pokok, yaitu seorang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta kekayaanya sebagai warisan dan meninggalkan orang – orang yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut.
Pewarisan sendiri merupakan segala sesuatu mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia,dengan kata lain pewarisan merupakan peristiwa perpindahan hak dan kewajiban dari seorang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang merupakan ahli warisnya.
Pada asanya yang dapat diwariskan hanyalah hak – hak dan kewajiban dibidang hokum kekayaan saja. Kecuali ada hak – hak dan kewajiban dalam bidang hokum kekayaan yang tidak dapat diwariskan, yaitu perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan dan pemberian kuasa.
Unsur – unsur yang terkandung dalam pewarisan yaitu :
·         Orang yang meninggal dunia ( pewaris ).
·          Orang yang masih hidup yang menerima peralihan hak dan kewajiban ( ahli waris).
·         Hak dan kewajiban yang beralih.
Syarat – syarat terjadinya pewarisan
Didalam hal pewarisan terdapat syarat – syarat yang keberadaanya perlu diperhatikan guna berjalanya perpindahan hak dan kewajiban kepada pihak – pihak yang yang berhak menerima ( ahli waris ). Adapun syarat – syarat itu adalah sebagai berikut :
·         Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta .
·         Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah.
·         Ahli waris harus patut menerima warisan ( pasal 383 KUHPer ).
Harta yang dapat dibagi adalah harta  peninggalan setelah dikurangi dengan biaya – biaya waktu pewaris ( almarhum ) sakit dan biaya pemakaman serta hutang – hutang yang ditinggalkan pewaris..
Pasal 383 KUHPer berisi mengenai ahli waris yang tidak berhak menerima warisan. Adapun isinya adalah sebagai berikut :
Orang – orang yang tidak patut mendapatkan warisan adalah :
1.      Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris
2.      Mereka yang karena putusan hakim secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
3.       Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninngal untuk mencabut wasiatnya.
4.      Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal ( pewaris ).
Selain syarat – syarat diatas, dalam hal pewarisan juga terdapat prinsip umum yaitu :
1.      Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta.
2.      Hak – hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan beralih demi hukum.
3.      Yang berhak mewaris menurut undang – undang adalah meraka yang menpunyai hubungan darah ( pasal 832 KUHPer )
4.      Harta tidak boleh di biarkan tidak terbagi
5.      Setiap orang cakap mewaris kecuali onwaardig berdasarkan pasal 383 KUHPer.
      Pihak – pihak yang menjadi ahli waris
Dalam proses perpindahan hak dan kewajiban ( pewarisan ),pasti ada pihak – pihak yang akan menerima hak dankewajiban itu.adapun syarat untuk menjadi ahli waris adalah sebagai berikut :
  1. Calon ahli waris harus  sudah ada dan masih ada pada saat pewaris meninggal dunia ( pasal 836 KUHPer ), dengan mengingat pasal 2 KUHPer. 
  1. Calon ahli waris mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris.

Hak atas waris dapat timbul karena :
·           Karena adanya hubungan darah antara pewaris dan ahIi waris ( ahli waris ab intestato / ahli waris karena undang – undang ).Hak mewaris berdasakan undang – undang :
a)         Atas dasar kedudukan sendiri ( golongan garis keutamaan )
·          Golongan 1 ( pasal 852 – 852a KUHPer) : adalah suami / istri dan semua anak serta keturunanya dalm garis lurus kebawah.
·         Golongan II ( pasal 855 KUHPer ) : orang tua dan saudara – saudara pewaris.
·         Golongan III ( pasal 850 jo 858 KUHPer ) : kakek nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu.
·         Golongan IV ( pasal 858 s.d 861 KUHPer) : kerabat pewaris dalam garis menyamping.
·           Karena ada pemberian melalui sebuah testament atau surat wasiat ( ahli waris testamenter ). Arti testament ( pasal 875 KUHPer ), suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.

Unsur - unsur testamen
·          Akta
·         Pernyataan kehendak
·         Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap akta
·         Dapat dicabut kembali
Syarat membuat Testamen
·          Dewasa
·         Akal sehat
·         Tidak dapat bpengampuan
·         Tidak ada unsur paksaan,Kekhilapan,kekeliruan
·         Isi harus jelas
Menurut hukum adat, maka untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris digunakan dua macam garis pokok, yaitu :
·                      Garis pokok keutamaan,
       Garis pokok keutamaan adalah garis hukum yang menentukan urutan – urutan keutamaan di antara golongan – golongan dalam keluarga pewaris dengan pengertian bahwa golongan yang satu lebih diutamakan daripada golongan yang lain. Dengan garis pokok keutamaan tadi, maka – maka orang yang mempunyai hubungan darah dibagi dalam golongan – golongan, sebagai berikut :
a.        Kelompok keutamaan I       :  keturunan waris.
b.        Kelompok keutamaan II      :  orang tua pewaris
c.         Kelompok keutamaan III     :  saudara – saudara pewaris dan keturunanya.
d.        Kelompok keutamaan IV     :  kakek dan nenek pewaris.
·                     Garis pokok penggantian
Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa di antara orang – orang didalam kelompok tertentu, tampil sebagi ahli waris. Yang sungguh menjadi ahli waris adalah :
a.        Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris.
b.        Orang yang tidak lagi penghubungnya dengan pewaris
Penetapan ahli waris
Pada umumnya yang menjadi ahli waris ialah para warga yang paling karib didalam generasi penerusnya, ialah anak – anak yang dibesarkan didalam keluarga sipewaris : yang pertama – tama mewaris ialah anak – anak kandung. Namun, pertalian dan solidaritas keluarga itu di sementara lingkungan hukum diterobos oleh ikatan dan pertautan kelompok kerabat yang tersusun unilineal.
Adanya hak mewaris anak – anak dari kedua orang tuanya merupakan ciri dari susunan sanak parental,baik yang berdasarkan susunan suku bersegi dua, Maupun yang merupakan akibat terpecahnya susunan sanak menjadi ikatan – ikatan keluarga, misalnya  di jawa.
Mengenai ahli waris atau siapa yang menjadi wali bagi ahli waris dibawah umur serta penetapan ahli waris yang ditetapkan oleh pengadilan, tidak beda dengan aturan yang sudah ada. Misalnya dalam pasal 5 ayat ( 2 ) disebutkan, bagi ahli waris yang masih dibawah umur atau tidak cakap bertindak menurut hokum, pengelolaan atas harta kekayaan dapat dilakukan oleh orang perorangan dari keluarga terdekat. Jika orang perorangan atau keluarga terdekat tidak ada, maka dapat dilakukan oleh masyarakat setempat atau lembaga adat.
Dan untuk memperoleh hak atas pengelolaan harta kekayaan, wajib mendapat pnetapan dari pengadilan. Dalam ayat (5) juga disebutkan, pengadilan dapat menyatakan penetapan pengelolaan harta kekayaan tidak berlaku apabila terjadi penyalahgunaan, pemborosan, atau merugikan kepentingan anak.
Dalam pasal 26 ayat (2) disebutkan, pengadilan dapat menetapkan pihak lain untuk mewakili hak dan kepentingan pengelolaan atas harta kekayaan anak. 
Pembagian warisan
Dalam proses perpindahan hak dan kewajiban ( pewarisan ) terdapat prinsip – prinsip pembagian warisan ( pasal 1066 KUHPer ) yang harus diperhatikan dengan tujuan agar proses perpindahan hak dan kewjiban ( pewarisan ) dapat berlangsung. Adapun prinsip – prinsip pewarisan yang termuat dalam pasal 1066 KUHPer adalah :
·         Tidak seorang ahli warispun dapat dipaksa untuk membiarkan harta warisan tidak terbagi.
·          Pembagian harta warisan dapat dituntut setiap saat ( walaupun ada testament yang melarang ).
·          Pembagian dapat di tangguhkan jangka waktu 15 tahun dengan persetujuan ahli waris.
Cara pembagian warisan
Dalam proses pembagian warisan diperlukkan cara – cara yang sesuai dengan hukum agar keadilan diantara pihak yang menerima warisan dapat terwujud dan perselisihan diantara penerima warisan dapat di minimalisir. Adapun cara pembagian warisan dalam KUHPer, Seperti :
·         Dalam pasal 1069 KUHPer disebutkan, jika semua ahli waris hadir maka pembagian dapat dilakukan menurut cara yang mereka kehendaki bersama, dengan akta pilihan mereka.
·         Dalam 1071 dan 1072 KUHPer disebutkan, jika salah satu ahli waris tidak mau membantu, lalai dan belum dewasa / dibawah pengampuan, maka dengan keputusan hakim, bali harta peninggalan ( BHP ) mewakili mereka.
·         Dalam pasal 1074 KUHPer disebutkan, pembagian harus dengan akta otentik ( asli ) yaitu segala sesuatu yang berhubungan erat dengan pembagian warisan.
Undang – undang pewarisan

Terkait dengan pewarisan, pasal 24 (1) disebutkan : setiap orang dapat mempunyai hak keperdataan atas harta kekayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan. Selanjutnya
dalam ayat (2) dikatakan, hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihkan dan atau dipindahtangankan. Dalam hal ini pemilik hak keperdataan meninggal maka hak atas harta kekayaanya beralih kepada ahli waris yang sah berdasarkan ketentuan perundangan – undangan.


Daftar pustaka
 Drs.hendi suhendi, M. Si. Pengantar studi sosiologi keluarga.pustaka setia 2001
http://www.kompasiana.com/honey95t/mengenal-sistem-kekerabatan-patrilineal-dan-matrilineal_54fd224fa33311043d50f8b7
http://cahyongambut.blogspot.co.id/2015/03/makalah-perceraian.html
http://artikel-makalahlengkapgratis.blogspot.co.id/2011/11/makalah-pewarisan-dalam-hukum-adat.html
http://2011document.blogspot.co.id/2014/10/sifat-dan-sistem-perkawinan-adat.html
https://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/03/18/sistem-pewarisan-masyarakat-adat-di-indonesia/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN "KEPRIBADIAN MENYIMPANG"

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN

KESEHATAN MENTAL " TRAUMA"

Translate