ANALISIS PERMASALAHAN KURIKULUM IPS DI SD

 BAB I

PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Era globalisasi telah mengantarkan kita pada perubahan yang sangat cepat seiring dengan perkembangan zaman yang dibarengi bertambahnya tingkat pemahaman dan juga pengetahuan manusia di bidang Sains dan Teknologi yang akhirnya membawa banyak dampak bagi kehidupan manusia secara umum baik positif maupun negatif. Untuk mengiringi kemajuan yang berjalan sangat cepat sampai saat ini kita masih menggantungkan harapan pada pendidikan untuk tetap mengawal dan menjaga kehidupan sosial masyarakat yang terus berubah. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

 Selanjutnya fungsi dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 adalah “Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Bab II Pasal 3).

Namun, fungsi dan tujuan yang sangat mulia ini belum secara maksimal dapat dipenuhi melihat saat ini dunia pendidikan kita yang masih belum bisa mengejar cepatnya arus perubahan itu perlu disesuaikan dan juga dijaga sehingga tetap mampu menjawab tantangan dari perubahan dan kemajuan yang terus terjadi. Melihat kondisi yang dihadapi, pembelajaran IPS sepantasnya mulai membenahi diri, baik dari bergeser dari tatanan epistomologi kearah pengembangan inovasi dan juga solusi bagi perkembangan pendidikan IPS ke depannya. Di mana hal ini sangatlah sesuai dengan tujuan utama pendidikan IPS yaitu mempersiapkan warga negara yang dapat membuat keputusan reflektif dan berpartisipasi dengan sukses dalam kehidupan kewarganegaraan di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

Begitu pun dengan fungsi dari IPS yang hakikatnya adalah membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan nasional.

Pembelajaran IPS di sekolah juga belum maksimal dalam melaksanakan dan membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokratis, sosial kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas dan sekolah. Selain itu, dalam pembelajran IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan, fakta dan konsepkonsep yang bersifat hapalan belaka. Inilah yang dituding sebagai kelemahan yang menyebabkan “kegagalan” pembelajaran IPS di sekolah/madrasah di Indonesia.

Pembelajaran IPS seperti yang dijelaskan di atas jika tetap diteruskan, terutama hanya menekankan pada informasi, fakta, dan hafalan, lebih mementingkan isi dari proses, kurang diarahkan pada proses berfikir dan kurang diarahkan pada pembelajaran bermakna dan berfungsi bagi kehidupannya, maka pembelajaran IPS tidak akan mampu membantu peserta didiknya untuk dapat hidup secara efektif dan produktif dalam kehidupas masa yang akan datang. Oleh karena itu sudah semestinya pembelajaran IPS masa kini dan ke depan mengikuti berbagai perkembangan yang tejadi di dunia secara global.

B.     Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang kami bahas adalah:

1.      Bagaimana permasalahan kurikulum IPS di SD.?

2.      Apa permasalahan proses kurikulum IPS di SD.?

3.      Apa sumber belajar kurikulum IPS di SD.?

4.      Bagaiman Asesmen hasil belajar kurilkulum IPS di SD.?

5.      Apa pemasalahan Guru IPS di SD.?


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Problematika IPS

Masalah lain yang terjadi pada pembelajaran IPS saat ini: akibat dari pengaruh budaya pada masa lalu terhadap mata pelajaran IPS, yang menganggap IPS cenderung kurang menarik, pendektatan indoktrinatif, second class, dianggap sepele, membosankan, dan bermacam-macam kesan negatif lainnya telah menyebabkan mata pelajaran tersebut menghadapi dilema, belum lagi dengan fakta dilapangan yang menunjukkan IPS masih dalam posisi pembelajaran konvensional, dll.

Selanjutnya secara umum permasalahan yang terjadi pada pembelajaran IPS dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

1.      Pendekatan Teacher Centered

Menurut Sudjana (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 46) pendekatan ini guru lebih banyak melakukan kegiatan belajar mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti pembelajaran atau mendengarkan ceramah, siswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu.

Guru hanya memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Hartato dan Abduramansyah (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 46) menyatakan bahwa pendekatan teacher center dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengar paparan saja.

Output yang dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut berpendapat, tidak berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajaran yang pasif dan miskin kreativitas. Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan berpusat kepada guru (teacher center) yang selama ini masih dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPS membuat siswa kurang aktif serta “miskin” akan kreativitas.

2.      Dominasi Metode Ekspositori

Pembelajaran IPS yang didominasi ekspositori maksudnya, siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Penggunaan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru dan cenderung berpusat kepada guru.

Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Metode ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi, dimana setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah (Popham dan Baker dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 46).

Menurut Hudoyo (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 46), metode ekspositori dapat meliputi gabungan metode ceramah, metode drill, metode tanya jawab, metode penemuan dan metode peragaan. Akhirnya pembelajaran IPS yang didominasi ekspositori juga akan mengukung keaktifan serta kreativitas siswa.

Singkatnya, metode eskpositori bukan hanya penyampaian dengan cara ceramah saja, tetapi bisa dengan cara yang lain seperti yang disebut diatas, memang metode ekspositori lebih cenderung pada pembelajaran dengan cara ceramah.

3.      Tumbuhnya Budaya Belajar Verbalistik

Pembelajaran verbalistik selalu menggunakan penyampaian lisan dalam belajar, atau sering kita sebut dengan ceramah. Guru yang selalu berceramah dalam kelas akan cepat membuat siswa menjadi bosan sehingga pembelajaran tidak efektif lagi.

Menurut Wina Sanjaya (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 47), metode ceramah/verbalistik merupakan cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Sedangkan menurut Djamarah dan Aswan (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 47) adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa, begitu pula yang diungkapkan oleh Widayati (dalam Karima dan Ramadhani, 2018: 47) bahwa metode ceramah adalah cara penyampaian bahan ajar dengan komunikasi lisan.

Pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa metode ceramah (verbalistik) merupakan cara penyampaian bahan ajar atau materi secara lisan kepada siswa. Metode ini termasuk dalam strategi pembelajaran ekspositori yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher Centered). Metode ceramah merupakan metode mengajar yang paling banyak digunakan, hal ini terjadi dikarenakan guru mengganggap metode ini merupakan metode yang paling mudah untuk dilaksanakan asalkan bahan/materi serta urutan pembelajaran sudah dikuasai.

4.      Mengajar Berpusat pada Buku Teks (Textbook Centered)

Dalam pembelajaran IPS pendidikan dasar yaitu di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Mengengah Pertama, berdasarkan pengalaman guru selalu menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah dan terpaku pada buku. Tentu hal ini membuat siswa bosan dan malas karena terus menerus mendengarkan guru yang berbicara didepan. Akhirnya siswa hanya mementingkan hafalan.

Ketika siswa bosan, maka mereka akan lebih memilih untuk mengobrol dengan temannya atau asik dengan imajinasinya sendiri. Dan pada akhirnya, materi yang disampaikan oleh guru, sama sekali tidak bisa diterima oleh siswa dengan baik, Hal ini kemudian menjadi “momok” tersendiri ketika siswa memasuki tingkat sekolah yang lebih tinggi. Siswa merasa bahwa pelajaran IPS itu sangat membosankan dan tidak menarik. Hal yang sering terjadi dalam pembelajaran IPS yaitu siswa dimita untuk membaca sebuah topik pembelajaran dari buku teks selanjutnya menuliskan isi pikirannya kembali atas apa yang telah dibaca siswa.

 Pada dasarnya kegiatan ini bertujuan agar siswa lebih memahami apa yang ia baca, tapi dampak negatifnya adalah siswa akan cepat bosan ditambah lagi siswa akan kekurangan referensi dalam menuliskan isi pikirannya karena hanya berpatokan kepada buku teks tersebut. Sebaiknya guru memberikan alternatif lain kepada siswa dalam mencari sumber bisa melalui media televisi, koran, dan internet.

5.      Evaluasi yang Berorientasi pada Kognitif Tingkat Rendah

Dalam menyampaikan serta mengevaluasi hasil belajar siswa, guru menggunakan standar rendah yaitu hanya pada kognitif saja bahkan hanya pada tingkat cognitif satu (C1) dan cognitif dua (C2) atau pada tingkat pengetahuan dan pemahaman tidak sampai pada tingkat C3-C6 (aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi). Belum juga mencakup aspek afektif dan psikomotorik siswa. Bahkan, jika terdapat siswa yang bergerak kesana-kemari, yang banyak bertanya, akan dikategorikan sebagai siswa yang nakal atau tidak baik.

Padalah anak berusia 6-8 tahun dimana koordinasi psikomotorik semakin berkembang, permainan sifatnya berkelompok, tidak terlalu tergantung pada orang tua, kontak dengan lingkungan luar semakin matang, menyadari kehadiran alam di sekelilingnya, bentuk lebih berpengaruh daripada warna, rasa tanggung jawab mulai tumbuh, puncak kesenangan bermain adalah pada umur 8 tahun. Hal senada dikatakan Margaretha S.Y. bahwa kecenderungan siswa sekolah dasar yang senang bermain dan bergerak menyebabkan anak-anak lebih menyukai belajar lewat eksplorasi dan penyelidikan di luar ruang kelas.

Izzaty, dkk. (2008: 116) mengungkapkan tentang ciri-ciri anak usia sekolah dasar (6-12 tahun):           

a)      Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah

b)      Suka memuji diri sendiri

c)      Kalau tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggap tidak penting

d)      Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya

e)      Suka meremehkan orang lain

f)       Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari

g)      Ingin tahu, ingin belajar dan realistis

h)      Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus

i)       Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah

j)       Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Oleh karena itu, pembelajaran yang berlangsung hendaknya dapat membuat anak menjadi senang untuk belajar bukan sebaliknya membuat anak takut dan malas untuk belajar, selain itu bukan semata-mata hanya bermain tetapi pembelajaran yang berlangsung harus dapat membawa dan membantu siswa dalam mengembangkan potensinya.

6.      Posisi Guru yang masih Transfer of Knowledge

Seperti yang telah dijelaskan di atas, guru yang selalu mendominasi dalam pembelajaran akan selalu mengambil alih bahkan cenderung menguasai semua proses dalam pembelajaran. Padalah tugas guru adalah memfasilitasi siswanya untuk belajar, sehingga guru harus memotivasi memberikan arahan agar siswanya mau belajar bersamanya bukan malah menceramahinya atau menyampaikan materi saja tanpa memperdulikan pendapat, pertanyaan dari siswa.

Selain pengetahuan yang disampaikan oleh guru melalui ceramah kepada siswa, siswanya juga ingin merasa dihargai dengan menampilkan dirinya dalam menjelaskan materi di kelas, sehingga siswa akan menjadi aktif dan memiliki mental yang kuat untuk tampil di depan umum. Guru harus mampu membuat siswa mau dan semangat belajar bersamanya, itulah guru yang menjadi idola di dalam kelas.

Ada hal lain yang harus disampaikan oleh guru, bukan menyampaikan pengetahuan semata tapi guru juga bertanggung jawab dalam menyampaikan dan menginternalisasikan nilai-nilai etika, moral dan agama kepada siswa sehingga terciptalah peserta didik yang pintar, cerdas, dan berakhlakul karimah.

B.     Permasalahan Kurikulum IPS Di SD

Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:

1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;

2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;

3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan 

4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.

Pengelompokkan kompetensi dasar seperti tersebut di atas adalah sebagai berikut.

1.      Kompetensi Dasar Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

1.1  Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

1.2  Pendidikan Agama kristen dan Budi Pekerti

1.3  Pendidikan Agama Khatolik dan Budi Pekerti

1.4  Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

1.5  Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti

1.6 Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti

2.      Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

3.      Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia

4.      Kompetensi Dasar Matematika

5.      Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam

6.      Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosia

7.      Kompetensi Dasar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Dari hasil pengamatan KI dan KD dalam kurikulum K13 di sekolah dasar sudah sangat rinci di jelaskan dan diuraikan. kompetensi 1,1 s.d 1.6 dijelaskan dari masing-masing agama yang dianut jadi tidak hanya mencerminkan dalam satu agama saja, namun pembuat kebijakkan dalam kurikulum apakah sudah terealisasi apa belum terhadap pelaksanaan di lapangan. Sebab yang terjadi di sekolah pingiran ada siswa yang beragama lain, tapi kenyataannya belum ada tenaga guru yang ikut mengajar. Jadi anak tersebut juga mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran pada bidang agama tersebut.

 

C.    Permasalahan Proses Kurikulum IPS Di SD

Pada tahun pelajaran 2013/2014 lalu jumlah sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 sangat terbatas (hanya sekolah sasaran), tahun pelajaran 2014/2015 seluruh sekolah harus melaksanakan (untuk SD kelas I, II, IV, V). Di samping masih ada perbedaan yang lain, setidaknya ada tiga ciri khusus yang membedakan (dan harus dibedakan) kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya (KTSP) dalam pembelajaran. Berikut adalah sekilas tentang ketiga ciri dimaksud.

1.      Pembelajaran tematik-integratif. 

Kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran tematik-integratif untuk seluruh jenjang kelas, Ini berbeda dengan penerapan pembelajaran pada kurikulum sebelumnya, yang hanya menerapkan pembelajaran tematik (hanya tematik, tanpa tambahan integratif) pada siswa kelas I – III.  Sedangkan untuk kelas IV – VI, pembelajarannya berbasis mata pelajaran.

2.      Pendekatan saintifik. 

Berbeda dengan pendekatan pembelajaran pada kurikulum sebelumnya, pada kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik.

3.      Penilaian autentik. 

Penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. Yakni penilaian yang menampilkan tugas atau situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang bermakna; menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).Penilaian ini mencakup penilaian proses, penilaian produk, dan penilaian sikap.

 

D.    Sumber Belajar Kurikulum IPS Di SD

Penerapan Kurikulum 2013 menjadi tantangan baru bagi guru sebagai pelaksana pendidikan. Fenomena yang timbul adalah pedoman pembelajaran yang tidak rinci yang mengakibatkan timbulnya pemahaman yang berbeda dari penerapan buku pedoman guru oleh setiap guru yang mengajar. Buku pedoman pelaksanaan kurikulum 2013 membutuhkan pengembangan yang lebih lanjut agar semua proses belajar mengajar bagi guru diberbagai sekolah sama.

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan dengan menghasilkan sebuah sumber belajar berbasis tematik sebagai penduan kegiatan pembelajaran bagi guru kelas IV SD pada Kurikulum 2013. Sumber belajar yang dihasilkan diharapkan bisa membantu guru dalam menerapkan kurikulum 2013.

Ketercapaian kurikulum tingkat SD/MI di 6 bulan penerapannya terhitung dari bulan Juli 2013 sampai Desember 2013 masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dengan masih sangat banyak SD/MI yang belum mempunyai buku pegangan kurikulum 2013, sarana prasarana belum siap, dan masih sangat banyak guru yang belum siap untuk menerapkan kurikulum 2013. Keunggulan yang dimiliki oleh kurikulum 2013 bisa menjadi bumerang bagi pemerintah karena ketidaksiapan dalam penerapan kurikulum 2013, justru kelemahannya yang menonjol jika tidak secepatnya tertangani. Untuk itu menjadi PR besar bagi Kemdikbud dan Kemenag, dan diharapkan bahwamereka bekerjasama secepatnya.

Dalam pelaksanaan K13 harus disertai dengan sarana dan prasana yang memadai, buku bacaan, buku semua mata pelajaran dan sarana yang lain yang dapat menunjang pembelajara berlangsung

 

E.     Asesmen Hasil Belajar Kurikulum IPS Di SD

Dalam menentukan penilaian pada kurikulum SD, guru mengalamai kesulitan dalam pengolan nilai Mengenai sistem asesmen atau sistem penilaian dalam pendidikan pada umumnya, ada 9 pertanyaan yang terkait yakni:

1.      Mengapa harus dilakukan evaluasi penilaian pendidikan?

2.      Siapa yang dievaluasi?

3.      Siapa yang mengevaluasi?

4.      Apa yang dievaluasi?

5.      Kapan evaluasi dilaksanakan?

6.      Bagaimana cara mengevaluasi?

7.      Pada jengjang apa saja evaluasi dilaksanakan?

8.      Bagaimana melaporkannya?

9.      Bagimana tindak lanjut & pemanfaatan evaluasi?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tertuang dalamundang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 dan standar penilaian dari BSNP khususnya Permendiknas No. 66 th 2013. Standar penilaian ini diadakan dengan tujuan untuk menjamin: a. perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akandicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian; b. pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan c. pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, daninformatif

Dalam kurikulum 2013 yang sedang akan diberlakukan, kompetensi siswa yang akan dicapai dalam tujuan pembelajaran disajikan dalam kompetensi inti. Kompetensi inti meliputi kompetensi Sikap Spiritual (beriman dan bertaqwa) (Kompetensi inti, KI1I), Sikap Sosial (berakhlak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis serta bertanggung jawab (Kompetensi inti II, KI2), Pengetahuan (Berilmu) (Kompetensi inti III, KI3), Keterampilan (Cakap dan Kreatif) (Kompetensi inti III, KI4).

Penilaian dilaksanakan pada ranah-ranah tersebut dijelaskan dalam Permendikbud Nomor 81 tahun 2013 yang direvisi menjadi Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014. Penilaian Sikap Pada penilaian ini, dinilai sikap spiritual dan sikap social peserta didik. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

1.         Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

2.         Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.

3.         Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.

4.         Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

 

Penilaian Pengetahuan

 Penilaian pengetahuan dapat dilaksanakan menggunaka taksonomi dari Bloom yang direvisi, yaitu mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penilaian pengetahuan bukan hanya pada pengetahuan peserta didik pada level yang rendah untuk tahap mengetahui, memahami, dan menerapkan saja, namun juga pada level tinggi yang meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penilaian pengetahuan ini dapat dilakukan dengan:

1. Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.

2. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaba singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumenuraian dilengkapi pedoman penskoran.

3. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.

4. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

 

Penilaian Keterampilan

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupadaftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

1.      Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.

2.      Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

3.      Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.

Dalam penilaian di sekolah dasar/madrasah ibtiadaiyah masih mengalami kesulitan dikarenakan KI dan KD menjadi satu dan harus memilah-milah kembali ke Ki dan KD tersebut, Dalam penilaian kepribadian sebagian besar guru tidak sedetail yang ada di lapangan

 

 

 

F.     Pemasalahan Guru IPS Di SD.?

Peran gur kelas yang akan melaksanakan kurikulum tersebut udah mengikutu pelatian apa istimewanya kurikulum K13 terutama untuk kurikulum sekolah dasar.? Penerapan kurikulum 2013 memunculkan tanggapan dari berbagai kalangan, terutama bagi para guru, karena banyak guru yang tidak memahami dan mengerti pelaksaan kurikulum 2013 sehingga berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui tanggapan para guru terhadap penerapan kurikulum 2013. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah Bagaimana persepsi guru terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013 yang berada di SD Negeri dengan sub fokus; pelaksanaan kuirkulum 2013, persepsi guru, administrasi pembelajaran dan sarana pendukung pembelajaran guru dan siswa.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif, yakni suatu bentuk penelitian yang memberikan gambaran mengenai objek yang di amati atau fokus penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode Purposive Sampling. Sumber data guru yang mengajar di SD Negeri, sebagai informan utama dan dan termaksud kepala sekolah serta Wakil Kepala Sekolah. Berdasarkan analisis data, diperoleh kesimpulan terkait persepsi guru dalam pelaksanaan kurikulum 2013 di SDN perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar siswa serta sarana dan prasarana.

Perencanaan meliputi penyusunan silabus dan RPP dalam memulai pembelajaran, Pelaksanaan meliputi kegiatan inti dalam proses belajar mengajar sedangkan evaluasi meliputi penilaian hasil belajar dan memberikan remedial pada siswa. Pelaksanaan kurikulum 2013 di SD Negeri masih memiliki kekurangan seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai serta waktu jam mengajar yang bertambah sehingga guru cenderung belum maksimal dalam menerapkan kurikulum 2013 di SD Negeri.

Dalam penerapan Kurukulum K13 kurang nya pemahaman terhadap para pengajar terutama pemberian materi diklat, maka untuk itu seorang guru harus banyak dibekali materi tentang kurikulum di semua bidang pelajaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Dari uraian yang telah dikemukakan, pada penerapan kurikulum ips k13 di SD sudah cukup baik namun masih memilki beberapa kekurangan yang masih ditemui seperti, guru sebagai (teacher center) yang selama ini masih dilakukan oleh guru dalam pembelajaran IPS membuat siswa kurang aktif serta “miskin” akan kreativitas. Masih ada guru mengajar secara teksbook, serat kurangnya evaluasi dari guru.

Selain itu guru masih terlalu mendominasi dalma proses pembelajaran, dan dari segi penunjang masih memiliki kekurangan seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai serta waktu jam mengajar yang bertambah sehingga guru cenderung belum maksimal dalam menerapkan kurikulum, Dalam penilaian kepribadian sebagian besar guru tidak sedetail yang ada di lapangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

D.Sudjana. (2005). Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hartato, Kasinyo dan Abduramansyah. (2009). Metodologi Pembelajaran Berbasis Active Learning. Palembang: Grafika Telindo.

Hudoyo, Herman. (1998). Belajar Mengajar Matematika. Depdikbud.

Izzaty, Rita Eka, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Karima, Muhammad Kaulan dan Ramadhani. 2018. Permasalahan Pembelajaran IPS dan Strategi Jitu Pemecahannya. Jurnal ITTIHAD, Vol. II, No.1. (http://repository.uinsu.ac.id/5722/1/PERMASALAHAN%20PEMBELAJARAN%20IPS%20DAN%20STRATEGI%20JITU%20PEMECAHANNYA.pdf, Diunduh pada 24 Maret 2021).

Popham dan Baker. (1992). Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78.

Widayati, Ani. Metode Mengajar Sebagai Strategi dalam mencapai Tujuan Belajar Mengajar. Disajikan dalam jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Volume III Nomor 1, h. 67. (Diakses dari http://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/view/836)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN "KEPRIBADIAN MENYIMPANG"

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN

KESEHATAN MENTAL " TRAUMA"

Translate