LANDASAN HISTORIS DAN YURIDIS DALAM PENDIDIKAN
A.
LATAR
BELAKANG
Landasan
adalah tempat berpijak atau tempat dimulainya perbuatan. Menurut S.Wojowasito,
(1971:161) dalam kamus umum bahasa indonesia-inggris dijelaskan bahwa landasan
dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman, dan sumber. Dalam dunia
pendidikan landasan sangant diperlukan guna sebagai pedoman atau sumber untuk
melaksanakan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan
secara umum adalah suatu proses pembelajaran pengetahua, kemampuan serta
ketrampilan yang dilihat dari kebiasaan setiap orang, yang menjadi bahan warisan
dari orang sebelumnya hingga sekarang. Menurut kamus besar bahasa indonesia
pendidikan adalah suatu proses ataupun tahapan dalam perubahan sikap serta
etika maupun tata laku seseorang atau kelompok dalam meningkatkan pola pikir
manusia melalui pengajaran dan pelatihan sert perbuatan yang mendidik.
Dalam
dunia pendidikan ada beberapa landasan, salah satu diantaranya adalah landasan
historis dan yuridis. Historis adalah keadaan masa lampau dengan segala macam
kejadian-kejadian yang didasari oleh konsep tertentu. Menurut Pidarta
(2007:109) menyatakan bahwa sejarah penuh denngan informasi-informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teor, praktik, moral, ita-cita dan
sebagainya. Sedang yuridis dapat
diartikan sebagai landasan dari sesuatu hal yang telah diatur secara mengikat
oleh hukum. Oleh sebab itu landasan hitoris dibutuhkan dalam dunia pendidikan
untuk digunakan sebagai dasar dalam penyempurnaan pendidikan di masa yang akan
datang sedang landasan yuridisnya adalah sebagai acuan agar dalam bertindak
tidak melanggar norma hukum yang ada.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
landasan historis pendidikan?
2. Apa
landasan yuridis pendidikan di Indonesia?
C.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui sejauh mana landasan historis pendidikan .
2. Untuk
mengetahui apa saja landasan yuridis pendidikan di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Landasan Historis
Pendidikan
Sebelum menangani pendidikan seorang yang ahli dalam pendidikan akan
terlebih dahulu memeriksa sejarah tentang pendidikan, baik yang bersifat
nasional maupun internasional (Pidharta 2009 : 110). Karena dengan melihat
sebuah sejarah maka mereka bisa melihat tujuan dari pendidikan tersebut apakah
sudah cocok dengan kondisi pada saat ini atau belum.
A.
Sejarah Pendidikan di
Dunia
1. Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan
bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan
sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat.
Realisme menghendaki pikiran yang praktis (PIdarta, 2007: 111-14). Menurut
aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan
semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117). Tokoh – tokoh pendidikan pada masa ini diantaranya adalah : Franscis Bacon
dan Johan Amos Cornelius. Prinsip-prinsip yang
dikembangkan pada zaman ini adalah:
Ø Pendidikan lebih dihargai pengajaran
Ø Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
Ø Penanaman pengertian lebih penting dibanding hafalan
Ø Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
Ø Pelajaran harus diberikan satu persatu mulai dari yang mudah
Ø Anak-anak belajar dari alam
Ø Pendidikan diperoleh dari metode induktif yaitu mulai dari menemukan
fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan.
2. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya
sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan
kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki
kekuasaan absolut. Tokoh pada masa ini adalah John Locke. Proses belajar menurut John Locke ada tiga langkah, yaitu:
Ø
Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
Ø
Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
Ø
Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi,
ditimbang-timbang untuk diri sendiri (PIdarta, 2007: 114).
3. Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah
aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang
kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi,
gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru,
sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (PIdarta, 2007: 115-116). Naturalisme menyatakn bahwa manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118). Menurut Rousseau ada
tiga asas mengajar, yaitu: Asas pertumbuhan, pengajaran harus member kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka, sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhannya. Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan
memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka. Asas individualitas, dengan cara
menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga
mereka berkembang menurut alamnya sendiri. (Mudyaharjo, 2008: 116)
4. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang
pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering
disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh pada aliran ini
adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan
Stanley Hall.
Konsep pendidikan yang dikembangkan meliputi:
Ø Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
Ø Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak
(Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo,
2008: 114)
Ø Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai
asuhan yang baik (nurture).
Ø Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
5. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk
patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis.
Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson
(Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diangkat oleh aliran ini adalah:
Ø
Menjaga, memperkuat, dan
mempertinggi kedudukan negara,
Ø
Mengutamakan pendidikan
sekuler, jasmani, dan kejuruan,
Ø
Materi pelajarannya
meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan,
lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa
Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I
(Pidarta, 2007: 120-121).
6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan
adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori
dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan
dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan
positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah
August Comte (Pidarta, 2007:121).
7. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya
adalah Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey. Menurut aliran ini,
masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom,
individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu,
pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (Pidarta 2007: 121-124).
B.
Sejarah Pendidikan di
Indonesia
1.
Zaman Pengaruh Hindu
dan Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut.
Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama
Hindu dan Budha (Mudyahardjo, 2008: 217).
2.
Zaman Pengaruh Islam
Tradisional
Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu
mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Mudyahardjo, 2008: 223).
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat,
namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu
wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali
Sanga
3.
Zaman Pengaruh Nasrani
Pengaruh agama Katolik di bawa oleh bangsa Portugis di saat mereka ke
Indonesia untuk berdagang. Pada masa ini dikuasai
oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk
keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai
dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini
juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas
untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh agama kristen berasal dari orang Belanda, di bawah
pimpinan Cornelius. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan
terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4.
Zaman kolonial Belanda
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh orang kebangsaan Belanda, Van
Deventer yang berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De
Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik
Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan
peranan penting pendidikan (Nasution, 2008: 16). Di samping itu, Van Deventer
juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai
Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (Nasution,
2008: 17).
Sejak Politik Etis dijalankan tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Meskipun pendidikan barat ini masih bersifat
terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang
tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, akan tetapi pada akhirnya telah
menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui
pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi
perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin
meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh
pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse
School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad
Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar
bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5.
Zaman konial Jepang
Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia,
namun demikian bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari
penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan
yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di
kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa
Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka.
6.
Zaman kemerdekaan awal
Pada awal kemerdekaan tujuan pendidikan yang ada di indonesia belum
dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem
persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang masih terus
disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan
karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang
ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
7.
Zaman orde lama
Setelah banyaknya gangguan-gangguan pada zaman sebelumnya telah mereda,
pembangunan untuk mengisi kemerdekaan akhirnya mulai dijalankan. Pembangunan
dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Setelah
diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk
tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan
yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan
revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual
membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan
ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke,
menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur,
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
8.
Zaman orde baru
Zaman orde baru dimulai dari setelah dihapusnya G30SPKI dari Indonesia.
Pada zaman ini dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah
tangga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan pada masa memungkinkan adanya
penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya
di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan.
9.
Zaman Reformasi
Saat Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Karena pada masa ini rezim yang sangat berkuasa melakukan hal-hal yang diluar batas kemanusiaan. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
2.
Landasan Yuridis
Pendidikan di Indonesia
Kemerdekaan Bangsa Indonesia di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
sehari setelah itu pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara.
Dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disana tersurat dan
tersirat cita-cita nasional di bidang pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Sehubungan dengan ini pasal 31 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945
mengamanatkan agar “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan Undang-Undang Dasar”. Landasan Yuridis atau hukum pendidikan
yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka peraktek pendidikan dan atau
studi pendidikan. Adapun landasan yuridis di Indonesia yaitu:
1.
UUD 1945
pasal 31 tentang Pendidikan Nasional mengamanatkan : 1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN
dan APBD untuk memenuhi kehidupan penyelengaraan kehidupan nasional. 5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa, untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pada pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan ialah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara
2.
UU No.20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan Naional
UU ini penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip,
yaknipendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa denngan satu kesatuan yang sistematik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
Selain itu dalam penyelenggaraan juga harus dalam suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat memberdayakan semua komponenmasyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
3.
UU Nomer 14 tahun 2005
UU ini menjelaskan
tentang guru dan dosen yang wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, dan memenuhi kwalifikasi yang
lain, yang dipersyaratkan oleh satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Undang-undang
ini dianggap sebagai payung hukum untuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan
yang berbeda antara guru negeri dan swasta. UU no 14 tahun 2005 ini juga
menjelaskan apa yang menjadi kewajiban dan hak seorang guru dan dosen.
4.
Implikasi Pancasila
sebagai idiologi terhadap pendidikan di indonesia
Peranan pancasila
terhadap pendidikan Indonesia adalah pancasila sebagai dasar negara mampu
memberikan acuan untuk menjadi manusia yang berkarakter dan bermoral tinggi
sehingga pancasila dipercaya sebagai landasan teori untuk menghasilkan putra
bangsa yang sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang diharapkan disetiap nilai-nilai
dari pancasila tersebut. Dengan kata lain Pancasila mengharapkan agar
putra-putri bangsa menjadikan pancasila sebagai pandangan hidup, dan kalu hal
ini tercapai maka cita-cita bangsa juga tercapai.
Secara lebih mendalam kaitan
pancasila sebagai filsafa pendidikan haruslah dipahami bahwasanya pancasila
memang betul-betul ruhnya bangsa Indonesia mengapa demikian karena atas dasar
pemahaman inilah Indonesia berjalan hingga saat ini, maka dari itu untuk
merealisasikan hal ini diciptakanlah pendidikan, Pancasila menjadi sumber nilai
untuk mengarahkan proses pendidikan yang menyangkut secara jelas output
pendidikannya agar mampumenghasilkan manusia Indonesia yang dapat diidealkan
sebagaimana yang dikehendaki, yakni manusia yang mampu mengenali potensi kediriannya
sehingga mampu menjalankan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam semua
aspek atau dimensi kehidupannya.`
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Makalah
ini berfokus membahas tentang landasan historis dan yuridis dalam pendidikan.
Adapun landasan historis pendidikan dunia yaitu dimulai dari zamanRealisme,
zaman Rasionalisme, zaman Naturalisme, zaman Developmentalisme, zaman Nasionalisme,
zaman Liberalisme, Positivisme,
dan Individualisme, zaman Sosialisme.
Sedang
untuk sejarah pendidikan di Indonesia yaitu dimulai dari: Zaman Pengaruh Hindu dan Budha , Zaman Pengaruh Islam Tradisional, Zaman
Pengaruh Nasrani, Zaman kolonial belanda, Zaman kolonial jepang, Zaman awal
kemerdekaan, zama orde lama, zaman orde baru, zaman reformasi
Adapun landasan yuridis dalam pendidikan di Indonesia yaitu: UU
1945, UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional,
UU Nomer 14 tahun 2005 tntang guru dan dosen, Implikasi
pancasila sebagai idiologi terhadap pendidikan di Indonesia
B.
Saran
Penyusun
menyadari masih banyak kekurangan yang ada dalam makalah ini, oleh sebab itu
saran dan kritikan tetap kami harapkan demi kebaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Wojowasito, dkk. 1971. Kamus Umum Indonesia Inggris. Jakarta:
Cypress
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar
Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah
Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Komentar
Posting Komentar