Apa itu Mahar




Bab I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Perkawinan atau pernikahan adalah: “ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dalam sustu rumah tangga berdasarkan kepada tuntutan agama”. Nikah adalah salah sattu sendi pokok pergaulan masyarakat.
Oleh karena itu agama memerintah kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga mala petaka yang diakibatkan oleh perbuatan terlarang dapat dihindari.
 Satu pemberian khusus yang wajib berupa uang atau barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah ini yang di maksud dengan mahar. Mahar  yaitu pemberian yang diberikan oleh mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah yang diberikan kepada mempelai perempuan.

B. Rumusan masalah
1.      Apa itu mahar ?
2.      Mengapa kita harus memberikan mahar ?
3.      Bagaimana hukum mengenai mahar ?
4.      Apa hikmah memberikan mahar ?

C, Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas perkuliahan ?
2.      Untuk mengetahui apa itu mahar ?
3.      Untuk mengetahui hikmah memberi mahar ?
4.      Untuk mengetahui dasar hukum meberi mahar ?

Bab II
Pembahasan

A. Penngertian mahar
Mahar (arab :   المهر = mas kawin), secara terminologi artinya pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami. mahar disebut juga dengan istilah yang indah, yakni shidaq, yang berarti kebenaran.
Jadi makna mahar lebih dekat kepada syari’at agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa suci. Salah satu dari usaha Islam ialah memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk memegang urusannya.
Di zaman Jahiliyah hak perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan. Sehingga walinya dengan semena-mena dapat menggunakan hartanya, dan tidak memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya, dan menggunakannya. Lalu Islam datang menghilangkan belenggu ini, kepadanya diberikan hak mahar.
Para ulama mazhab mengemukakan beberapa definisi, yaitu:
1. Mazhab Hanafi (sebagiannya) mendefinisikan, bahwa:” mahar sebagai sejumlah harta yang menjadi hak istri, karena akad perkawinan, atau disebabkan terjadi senggama dengan sesungguhnya”.
2. Mazhab Maliki mendefinisikannya: “sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk digauli”.
3. Mazhab Hambali mengemukakan, bahwa mahar. “sebagai imbalan suatu perkawinan, baik disebutkan secara jelas dalam akad nikah, ditentukan setelah akad dengan persetujuan kedua belah pihak, maupun ditentukan oleh hakim”.

Mahar dalam Perspektif  KHI (Kompilasi Hukum Islam), terdapat pada Bab 5 pasal 30-38, yang berbunyi:
Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal 31
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.
Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon mempelai pria.
Pasal 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan.
Pasal 35
(1) Suami yang mentalak isterinya qobla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mitsil.
Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai dengan harga barang mahar yang hilang.
Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelesaian diajukan ke Pengadilan Agama.
Pasal 38
(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahal dianggap lunas.
(2) Apabila isteri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama Penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum dibayar.
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu kepada istri baik berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian ini disebut dengan mahar (maskawin)
firman allah swt
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍۢ مِّنْهُ نَفْسًۭا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًۭٔا مَّرِيٓـًۭٔا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.(Qs An Nisa 4)
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki , tetapi tidak menjadi rukun nikah dan apabila tidak disebutkan pada waktu akad , pernikahan itu pun sah. Banyak maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat islam, melainkan kemampuan suami beserta keridaan istri.
Sungguhpun demikian, suami hendak benar-benar sanggup membayarnya karena mahar itu apabila ditetapkan , maka jumlahnya menjadi utang atas suami dan wajib dibayar sebagaimana utang kepada orang lain.
Ingat sabda junjungan nabi kita
Dari aisyah. Bahwasanya Rasullulah Saw. Telah bersabda sesunguhnya yang sebesar-besarnya berkah nikah ialah yang sederhana belanjanya ( Riwayat Ahmad)
Dari amir bin rabi’ah. Sesungguhnya perempuan dari suku fazarah telah menikah dengan maskawin terompah, maka Rasullulah Saw. Bertanya kepada perempuan itu sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua terompah itu jawab perempuan itu. Ya saya rida dengan hal itu maka rasullulah membiarkan pernikahan tersebut  (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmizi)
Seorang suami yang menceraikan istrinya sebelum bercampur (jima) wajib membayar seperdua mahar jika  jumlah mahar telah ditentukan oleh suami atau hakim.
Firman Allah swt
            وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّآ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا۟ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقْدَةُ ٱلنِّكَاحِ ۚ وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير
Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan   mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.(QS Al Baqarah 237).

B. Dasar Hukum
Dasar hukum memberikan mahar kepada calon istri terdapat pada al quran, ada sebagian ayat yang dijadiakan dasar sebagai sumber hukum pemberian mahar kepada calon istri. Firman allah swt
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍۢ مِّنْهُ نَفْسًۭا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًۭٔا مَّرِيٓـًۭٔا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. .(QS Al Nisa 4).

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًۭا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍۢ مُّبَيِّنَةٍۢ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. .(QS Al Nisa 19).
Terdapat larangan bermahal-mahal dalam mahar dalam sejumlah hadis kita sebutkan diantaranya:
1.      Apa yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu harad Al Aslami bahwa dia datang kepada Nabi untuk meminta fatwa tentang mahar wanita, maka beliau bertanya ; “berapa engkau memberi mahar kepadanya? “ia menjawab “dua ratus dirham” beliau besabda:
“seandainya kalian mengambil dari bathahan, niscaya kalian tidak menambah”1
2.      Ahmad meriwayatkan dari Nabi Saw
“Diantara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya dan memudahkan rahimnya”2
                        Urwahah berkata: “Yaitu memudahkan rahimnya untuk melahirkan.
3.      Abu dawud meriwayatkan dari “Uqbah bin Amir ia mengatakan “Rasullulah Saw bersabda:
“Sebaik sebaik pernikahan ialah yang paling mudah”3[1]
Dalam riwatyat Ahmad:
            “Pernikahan yang paling besar keberkahanya ialah yang paling mudah maharnya”4
Diantara contoh yang harus kita ikuti dalam masalah mahar dan tidak bermahal-mahal



C. Bentuk Dan Ukuran mahar
Dalam kitab Zaaduul Ma’aad, Ibnu Qayyim menyebutkan, telah ditegaskan dalam kitab Shahi Muslim, dan Aisyah, Abu Salamah menceritakan.
“Aku pernah bertanya pada Aisyah, Berapakah mahar nabi.? Aisyah menjawab, ‘Mahar beliau kepada istrinya adalah 12 uqiyah dan satu nasy’ lalu aisyah bertanya tau kah engakau berapa satu nasy itu?. Lalu aku menjawab dua puluh dirham
Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan, dari Sahal bin Sa’ad, bahwa nabi pernah berkata kepada seseorang,
“Menikah meski hanya dengan sebuah cincin dari besi”
Dalam kitab Shahihain disebutkan, ada seseorang wanita yang datang kepada rasulullah seraya berkata, ya rasulullah, sesunguhnya aku telah menyerahkan diriku kepadamu,” lalu wanita itu berdiri lama, kemudian ada seseorang yang berkata, ya rasulallah, nikahkanlah aku dengan jika engakau tidak berminat kepadanya.”
Maka rasulallah bersabda apkah engkau mempunyai sesuatu yang dapat engkau jadikan mahar.? Ia menjawab” aku tidak mempuanyai apapun keculi kain ini saja” lalu ia bersabda, “sesunguhnya jika engkau memberikan kainmu itu kepadanya, maka engkau akan duduk tanpa kain, maka carilah sesuatu.” Aku tidak mendapatkan sesuatu.” Sahutnya.
Beliau pun berkata. Carilah meski hanya sebuah cicin dari besi.” Maka ia pun segera mencarinya, tetapi mendapatkanya. Lalu rassulallah bertanya, bertanya, apakah engkau menghafal sesuatu dari Al quran ?. Ya yaitu surat ini dan itu” jawabnya.
Maka beliau bersabda, sesungguhanya aku telah menikahkan dirimu denganya, dengan mhar hafalan Al quran yang ada padamu.
Pernah datang kepada Ummu Sulain binti milham seorang pemuda madinah yang sangat tampan, kuat dan kaya,  yaitu Abu Thalhah, sebelum masuk islam, banyak wanita yangtertarik kepada kekayaan, ketampanan dan kekuatanya itu. Dia menggira bahwa ummu Sulaim akan gembira dengan kedatanganya tersebut.
Tetapi ia merasa dikejutkan dengan prilaku ummu sualiam yang mengatakan kepadanya. Wahai Abu thalha, bukankah engkau mengetahui bahwa tuhan kamu sembah itu adalah pohon yang tumbuh dari tanhah yang dipahat oleh seorang habsi dari keturunan sifulan?
Benar “ jawabnya” selanjutnya Ummu sulaim berucap “mengapa kamu tidak merasa malu bersujud dihadapan sebatang pohon yang tumbuh dari dalam tanah yang dipahat oleh seorang habsi dari keturunan sifulan?
Abu Thalah menyombongkan diri dihadapan Ummu Sualim dan memancingnya dengan mahar yang sangat mahal dan dengan kehidupan serba kecukupan.
Tapi Ummu Sulaim bersiakap keras dalam mempertahankan siakpnya tersebut tersebutdan dengan lanyang ia berucap, Demi Alllah, wahai Abu thalhah, orang sepertimu pasti menjadi idaman, tetapi sayang engkau kafir, sedang aku wanita muslimah, dan tidak boleh akiu menikah denganmu, apabila kamu memeluk islam, maka itulah mahar untuku, dan aku tidak akan meminta yang lain darimu, keesokanya Abu thalah kembali dengan memberikan mahar yang lebih besar dan pemberianya sangat banyak.
Tapi Ummu Sulaim tetap pada pendirianya, dan ternyata keteguhanya itu menambah kecantikan dan daya tarik dimata Abu Thalah, maka ia pun berkata, wahai Abu thalah tidaklah engakau mengetahui bahwa tuhan yang kalin sembah itu dipahat oleh seseorang dari keluaraga si fulan, seorang tukang kayu?. Dan jika kalian membakarnya, maka tuhanmu itu akan terbakar.
Kata-katanya itu menyentuh perasaan Abu Thalah, lalu Abu Thalah bertanya kepada dirinya sendiri, mungkinkah tuhan itu dapat terbakar. Kemudian dengan bergetar mulutnya berucap “Asyhadu An Illaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammada Rassulallah (Aku bersaksi tiada illlah selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah). Tsabit mengungkapkan “kami tidak pernah mendengar seorang wanita pun mendapatkan mahar yang lebih mulia daripada mahar Ummu Sulaim. Lalu bercampur denganya hingga akhirnya memenlahirkan seorang anak  (HR. Nasai dengan sanad shahih)
Hadist-hadist diatas menujukan bahwa mahar itu tidak ditetapkan jumlah minimalnya, segenggam tepung, cincin besi, dan dua pasang sandal itu sudah cukup untuk disebut sebagai mahar. Dan berlebih-lebihan dalam mahar dimakruhkan karena demikian tidak membawa berkah bahkan seringkali menyulitkan.
Selain itu hadis-hadis tersebut menjukan bahwa jika seorang wanita telah menyutuji telah ilmu seorang laki-laki dan hafalan seluruh atau sebagian Al quran sebagai mahar, maka yang demikian diperbolehkan, al quran dan ilmu yang bermanfaat dapat dijadiakan sebagia mahar dan itulah yang menjadi pilihan Ummu Sualiam, dimana ia menjadikan islam sebagai Abu Talhah sebagai mahar, ia menyerahkan seluruh jiwa raganya untuk Abu Talhah jika ia mau masuk islam. Dan itulah yanag lebiah ia cintai daripada harta kekayaan.

D. Macam Macam Mahar
            Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar mitsil (sepadan).
A. Mahar musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.
      Ulama fiqih sepakat bahwa dalam pelaksanaanya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila :
1. Telah bercampur (bersenggama). Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
            وَإِنْ أَرَدتُّمُ ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍۢ مَّكَانَ زَوْجٍۢ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًۭا فَلَا تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ أَتَأْخُذُونَهُۥ بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا
                        Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.(An Nissa 20)
2. Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’.
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata telah rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya,
berdasarkan firman Allah SWT ;
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّآ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا۟ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقْدَةُ ٱلنِّكَاحِ ۚ وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
                        Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (Al Baqaraj 237)
B. Mahar mitsil (sepadan)
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status sosial, kecantikan dan sebagainya.

Bila terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita(bibi, bude, anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Maha mitsil juga terjadi dalam keadaan berikut:
1. Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.
2. Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.
Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan.
Firman Allah SWT:
                        لَّا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا۟ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلْمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلْمُقْتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعًۢا بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُحْسِنِينَ
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut-ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan(QS Al baqarah: 236)
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada istrinya itu.  Dalam hal ini, maka istri berhak menerima mahar mitsil

Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini sedikit menyinggung masalah tentang  mahar, hukum memberi mahar, jenis mahar, dan bentuk ukuran mahar.
B. Penutup
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan bagi pembaca yang arif dan bijak, hendaknya dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membangun untuk  penulisan makalah selanjutnya











Daftar pustaka
H SULAIMAN RASJID, FIQIH ISLAM hal 393,394,395
Abu Hafash Usamah bin Kamal bin’Abdir Razzaq, Panduan Nikah dari A sampai Z hal 141,142
Syaik Hasan Ayyub FIKIH KELURAGA panduan membangun keluarga sakinah sesuai syariat hal 98,99
AL QURAN & TERJEMAHNYA versi 1.2




1. Hr  Ahmad (no 15279), dan sanadnya shahi
2. Hr Ahmad (no 239750), Al hakim (II/181), ia mengshahikan ya dan menialinya sesuai dengan kriteria Al bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak serta disetujui oleh adz Dzahabi, dan dihasankan oleh Syaik albani dan shahibul jaami’ (II/25) dan dalam al-irwa(VI/250).
3. Hr Abu Dawud (no 2117) kitab an nikah, an hakim (II/182), ia mengshaikanya dan menilainya sesuai syarat Syaikan (al bukhari-muslim), dan syaik albani dalam  menilai sesuai syarat muslim. Lihat al irwaa(VI/345)
4. Hr Ahmad (no 24595) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN "KEPRIBADIAN MENYIMPANG"

TEORI BELAJAR SOSIAL DAN TIRUAN

KESEHATAN MENTAL " TRAUMA"

Translate