Apa itu Mahar
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Perkawinan atau pernikahan adalah: “ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita dalam sustu rumah tangga berdasarkan kepada tuntutan
agama”. Nikah adalah salah sattu sendi pokok pergaulan masyarakat.
Oleh karena itu agama memerintah kepada umatnya untuk melangsungkan
pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga mala petaka yang diakibatkan oleh
perbuatan terlarang dapat dihindari.
Satu pemberian khusus yang
wajib berupa uang atau barang yang diserahkan mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah ini yang
di maksud dengan mahar. Mahar yaitu
pemberian yang diberikan oleh mempelai laki-laki dalam waktu akad nikah yang
diberikan kepada mempelai perempuan.
B. Rumusan masalah
1.
Apa itu mahar ?
2.
Mengapa kita harus memberikan mahar ?
3.
Bagaimana hukum mengenai mahar ?
4.
Apa hikmah memberikan mahar ?
C, Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas perkuliahan ?
2.
Untuk mengetahui apa itu mahar ?
3.
Untuk mengetahui hikmah memberi mahar ?
4.
Untuk mengetahui dasar hukum meberi mahar ?
Bab II
Pembahasan
A. Penngertian
mahar
Mahar (arab : المهر = mas kawin), secara terminologi artinya pemberian wajib dari
calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk
menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami. mahar disebut
juga dengan istilah yang indah, yakni shidaq, yang berarti kebenaran.
Jadi makna mahar lebih dekat kepada syari’at agama dalam rangka
menjaga kemuliaan peristiwa suci. Salah satu dari usaha Islam ialah
memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak untuk
memegang urusannya.
Di zaman Jahiliyah hak perempuan itu dihilangkan dan disia-siakan.
Sehingga walinya dengan semena-mena dapat menggunakan hartanya, dan tidak
memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya, dan menggunakannya. Lalu Islam
datang menghilangkan belenggu ini, kepadanya diberikan hak mahar.
Para ulama mazhab mengemukakan beberapa definisi, yaitu:
1. Mazhab
Hanafi (sebagiannya) mendefinisikan, bahwa:” mahar sebagai sejumlah harta yang
menjadi hak istri, karena akad perkawinan, atau disebabkan terjadi senggama
dengan sesungguhnya”.
2. Mazhab
Maliki mendefinisikannya: “sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk
digauli”.
3. Mazhab
Hambali mengemukakan, bahwa mahar. “sebagai imbalan suatu perkawinan, baik
disebutkan secara jelas dalam akad nikah, ditentukan setelah akad dengan persetujuan
kedua belah pihak, maupun ditentukan oleh hakim”.
Mahar dalam Perspektif KHI (Kompilasi Hukum Islam), terdapat pada Bab
5 pasal 30-38, yang berbunyi:
Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar
kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh
kedua belah pihak.
Pasal 31
Penentuan
mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran
Islam.
Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai
wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya.
Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon mempelai wanita menyetujui,
penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau sebagian. Mahar
yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi hutang calon mempelai pria.
Pasal 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar bukan
merupakan rukun dalam perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar
pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Begitu pula
halnya dalam keadaan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya perkawinan.
Pasal 35
(1) Suami yang mentalak isterinya qobla al
dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla al
dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar
mitsil.
Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar
itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bentuk dan jenisnya atau dengan
barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai dengan harga
barang mahar yang hilang.
Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai
jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelesaian diajukan ke Pengadilan
Agama.
Pasal 38
(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung
cacat atau kurang, tetapi calon mempelai tetap bersedia menerimanya tanpa
syarat, penyerahan mahal dianggap lunas.
(2) Apabila isteri menolak untuk menerima
mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan mahar lain yang tidak
cacat. Selama Penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih belum
dibayar.
Jika melangsungkan pernikahan, suami diwajibkan memberi sesuatu
kepada istri baik berupa uang ataupun barang (harta benda). Pemberian ini
disebut dengan mahar (maskawin)
firman allah swt
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ
ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍۢ مِّنْهُ نَفْسًۭا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًۭٔا مَّرِيٓـًۭٔا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.(Qs
An Nisa 4)
Pemberian mahar ini wajib atas laki-laki , tetapi tidak menjadi
rukun nikah dan apabila tidak disebutkan pada waktu akad , pernikahan itu pun
sah. Banyak maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat islam, melainkan kemampuan
suami beserta keridaan istri.
Sungguhpun demikian, suami hendak benar-benar sanggup membayarnya
karena mahar itu apabila ditetapkan , maka jumlahnya menjadi utang atas suami
dan wajib dibayar sebagaimana utang kepada orang lain.
Ingat sabda junjungan nabi kita
Dari aisyah.
Bahwasanya Rasullulah Saw. Telah bersabda sesunguhnya yang sebesar-besarnya
berkah nikah ialah yang sederhana belanjanya ( Riwayat Ahmad)
Dari amir bin rabi’ah. Sesungguhnya perempuan dari suku fazarah
telah menikah dengan maskawin terompah, maka Rasullulah Saw. Bertanya kepada
perempuan itu sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua
terompah itu jawab perempuan itu. Ya saya rida dengan hal itu maka rasullulah
membiarkan pernikahan tersebut (Riwayat
Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmizi)
Seorang suami
yang menceraikan istrinya sebelum bercampur (jima) wajib membayar seperdua
mahar jika jumlah mahar telah ditentukan
oleh suami atau hakim.
Firman Allah
swt
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ
مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ
إِلَّآ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا۟ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقْدَةُ ٱلنِّكَاحِ ۚ وَأَن
تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ
ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِير
Jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah
menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan
itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang
memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan
janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
segala apa yang kamu kerjakan.(QS Al Baqarah 237).
B. Dasar Hukum
Dasar hukum memberikan mahar kepada calon
istri terdapat pada al quran, ada sebagian ayat yang dijadiakan dasar sebagai
sumber hukum pemberian mahar kepada calon istri. Firman allah swt
وَءَاتُوا۟
ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةًۭ ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍۢ مِّنْهُ
نَفْسًۭا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًۭٔا مَّرِيٓـًۭٔا
Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. .(QS Al Nisa
4).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًۭا ۖ وَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن
يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍۢ مُّبَيِّنَةٍۢ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ
خَيْرًۭا كَثِيرًۭا
Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. .(QS Al Nisa
19).
Terdapat larangan bermahal-mahal dalam
mahar dalam sejumlah hadis kita sebutkan diantaranya:
1. Apa
yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu harad Al Aslami bahwa dia datang
kepada Nabi untuk meminta fatwa tentang mahar wanita, maka beliau bertanya ; “berapa
engkau memberi mahar kepadanya? “ia menjawab “dua ratus dirham” beliau besabda:
“seandainya
kalian mengambil dari bathahan, niscaya kalian tidak menambah”1
2. Ahmad
meriwayatkan dari Nabi Saw
“Diantara kebaikan wanita ialah memudahkan maharnya
dan memudahkan rahimnya”2
Urwahah berkata: “Yaitu
memudahkan rahimnya untuk melahirkan.
3. Abu
dawud meriwayatkan dari “Uqbah bin Amir ia mengatakan “Rasullulah Saw bersabda:
Dalam riwatyat Ahmad:
“Pernikahan
yang paling besar keberkahanya ialah yang paling mudah maharnya”4
Diantara contoh yang harus kita ikuti dalam masalah
mahar dan tidak bermahal-mahal
C.
Bentuk Dan Ukuran mahar
Dalam kitab Zaaduul Ma’aad, Ibnu Qayyim
menyebutkan, telah ditegaskan dalam kitab Shahi Muslim, dan Aisyah, Abu Salamah
menceritakan.
“Aku pernah bertanya pada Aisyah,
Berapakah mahar nabi.? Aisyah menjawab, ‘Mahar beliau kepada istrinya adalah 12
uqiyah dan satu nasy’ lalu aisyah bertanya tau kah engakau berapa satu nasy
itu?. Lalu aku menjawab dua puluh dirham
Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan,
dari Sahal bin Sa’ad, bahwa nabi pernah berkata kepada seseorang,
“Menikah
meski hanya dengan sebuah cincin dari besi”
Dalam kitab Shahihain disebutkan, ada
seseorang wanita yang datang kepada rasulullah seraya berkata, ya rasulullah,
sesunguhnya aku telah menyerahkan diriku kepadamu,” lalu wanita itu berdiri
lama, kemudian ada seseorang yang berkata, ya rasulallah, nikahkanlah aku
dengan jika engakau tidak berminat kepadanya.”
Maka rasulallah bersabda apkah engkau
mempunyai sesuatu yang dapat engkau jadikan mahar.? Ia menjawab” aku tidak
mempuanyai apapun keculi kain ini saja” lalu ia bersabda, “sesunguhnya jika
engkau memberikan kainmu itu kepadanya, maka engkau akan duduk tanpa kain, maka
carilah sesuatu.” Aku tidak mendapatkan sesuatu.” Sahutnya.
Beliau pun berkata. Carilah meski hanya
sebuah cicin dari besi.” Maka ia pun segera mencarinya, tetapi mendapatkanya.
Lalu rassulallah bertanya, bertanya, apakah engkau menghafal sesuatu dari Al
quran ?. Ya yaitu surat ini dan itu” jawabnya.
Maka beliau bersabda, sesungguhanya aku
telah menikahkan dirimu denganya, dengan mhar hafalan Al quran yang ada padamu.
Pernah datang kepada Ummu Sulain binti
milham seorang pemuda madinah yang sangat tampan, kuat dan kaya, yaitu Abu Thalhah, sebelum masuk islam,
banyak wanita yangtertarik kepada kekayaan, ketampanan dan kekuatanya itu. Dia
menggira bahwa ummu Sulaim akan gembira dengan kedatanganya tersebut.
Tetapi ia merasa dikejutkan dengan
prilaku ummu sualiam yang mengatakan kepadanya. Wahai Abu thalha, bukankah
engkau mengetahui bahwa tuhan kamu sembah itu adalah pohon yang tumbuh dari
tanhah yang dipahat oleh seorang habsi dari keturunan sifulan?
Benar “ jawabnya” selanjutnya Ummu
sulaim berucap “mengapa kamu tidak merasa malu bersujud dihadapan sebatang
pohon yang tumbuh dari dalam tanah yang dipahat oleh seorang habsi dari
keturunan sifulan?
Abu Thalah menyombongkan diri dihadapan
Ummu Sualim dan memancingnya dengan mahar yang sangat mahal dan dengan
kehidupan serba kecukupan.
Tapi Ummu Sulaim bersiakap keras dalam
mempertahankan siakpnya tersebut tersebutdan dengan lanyang ia berucap, Demi
Alllah, wahai Abu thalhah, orang sepertimu pasti menjadi idaman, tetapi sayang
engkau kafir, sedang aku wanita muslimah, dan tidak boleh akiu menikah
denganmu, apabila kamu memeluk islam, maka itulah mahar untuku, dan aku tidak
akan meminta yang lain darimu, keesokanya Abu thalah kembali dengan memberikan
mahar yang lebih besar dan pemberianya sangat banyak.
Tapi Ummu Sulaim tetap pada pendirianya,
dan ternyata keteguhanya itu menambah kecantikan dan daya tarik dimata Abu Thalah,
maka ia pun berkata, wahai Abu thalah tidaklah engakau mengetahui bahwa tuhan
yang kalin sembah itu dipahat oleh seseorang dari keluaraga si fulan, seorang
tukang kayu?. Dan jika kalian membakarnya, maka tuhanmu itu akan terbakar.
Kata-katanya itu menyentuh perasaan Abu
Thalah, lalu Abu Thalah bertanya kepada dirinya sendiri, mungkinkah tuhan itu
dapat terbakar. Kemudian dengan bergetar mulutnya berucap “Asyhadu An Illaha
Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammada Rassulallah (Aku bersaksi tiada illlah selain
Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah). Tsabit mengungkapkan
“kami tidak pernah mendengar seorang wanita pun mendapatkan mahar yang lebih
mulia daripada mahar Ummu Sulaim. Lalu bercampur denganya hingga akhirnya memenlahirkan
seorang anak (HR. Nasai dengan sanad
shahih)
Hadist-hadist diatas menujukan bahwa
mahar itu tidak ditetapkan jumlah minimalnya, segenggam tepung, cincin besi,
dan dua pasang sandal itu sudah cukup untuk disebut sebagai mahar. Dan berlebih-lebihan
dalam mahar dimakruhkan karena demikian tidak membawa berkah bahkan seringkali
menyulitkan.
Selain itu hadis-hadis tersebut menjukan
bahwa jika seorang wanita telah menyutuji telah ilmu seorang laki-laki dan
hafalan seluruh atau sebagian Al quran sebagai mahar, maka yang demikian
diperbolehkan, al quran dan ilmu yang bermanfaat dapat dijadiakan sebagia mahar
dan itulah yang menjadi pilihan Ummu Sualiam, dimana ia menjadikan islam
sebagai Abu Talhah sebagai mahar, ia menyerahkan seluruh jiwa raganya untuk Abu
Talhah jika ia mau masuk islam. Dan itulah yanag lebiah ia cintai daripada
harta kekayaan.
D.
Macam Macam Mahar
Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu
ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar mitsil (sepadan).
A. Mahar musamma
Mahar
musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya
ketika akad nikah. Atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.
Ulama fiqih sepakat bahwa dalam
pelaksanaanya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila :
1. Telah bercampur (bersenggama).
Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
وَإِنْ أَرَدتُّمُ
ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍۢ مَّكَانَ زَوْجٍۢ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًۭا فَلَا
تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ أَتَأْخُذُونَهُۥ بُهْتَٰنًۭا وَإِثْمًۭا مُّبِينًۭا
Dan jika kamu ingin
mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada
seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil
kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali
dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu)
telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.(An Nissa 20)
2. Salah satu dari suami istri
meninggal. Demikian menurut ijma’.
Mahar
musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan
istri, dan ternyata telah rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata
istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari
bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya
wajib dibayar setengahnya,
berdasarkan
firman Allah SWT ;
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ
وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّآ أَن يَعْفُونَ
أَوْ يَعْفُوَا۟ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقْدَةُ ٱلنِّكَاحِ ۚ وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
Jika kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh
orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada
takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (Al Baqaraj 237)
B.
Mahar mitsil (sepadan)
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak
disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan.
Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh
keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status
sosial, kecantikan dan sebagainya.
Bila terjadi demikian (mahar itu tidak
disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan), maka
mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita(bibi, bude,
anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan
ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Maha mitsil juga terjadi dalam keadaan
berikut:
1.
Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad
nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum
bercampur.
2.
Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri
dan ternyata nikahnya tidak sah.
Nikah yang tidak disebutkan dan tidak
ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh. Hal ini menurut jumhur ulama
dibolehkan.
Firman Allah SWT:
لَّا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ
أَوْ تَفْرِضُوا۟ لَهُنَّ فَرِيضَةًۭ ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلْمُوسِعِ قَدَرُهُۥ
وَعَلَى ٱلْمُقْتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعًۢا بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُحْسِنِينَ
Tidak
ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu
sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan
hendaklah kamu berikan suatu mut-ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu
menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu
pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebajikan(QS Al baqarah: 236)
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami
boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah
mahar tertentu kepada istrinya itu.
Dalam hal ini, maka istri berhak menerima mahar mitsil
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Dalam makalah ini sedikit menyinggung masalah tentang mahar, hukum memberi mahar, jenis mahar, dan
bentuk ukuran mahar.
B.
Penutup
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kesalahan dan kekurangan bagi pembaca yang arif dan bijak, hendaknya dapat
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun untuk penulisan makalah selanjutnya
Daftar pustaka
H
SULAIMAN RASJID, FIQIH ISLAM hal 393,394,395
Abu
Hafash Usamah bin Kamal bin’Abdir Razzaq, Panduan Nikah dari A sampai Z hal
141,142
Syaik
Hasan Ayyub FIKIH KELURAGA panduan membangun keluarga sakinah sesuai syariat
hal 98,99
AL
QURAN & TERJEMAHNYA versi 1.2
3. Hr Abu Dawud (no 2117) kitab an nikah, an hakim (II/182), ia
mengshaikanya dan menilainya sesuai syarat Syaikan (al bukhari-muslim), dan
syaik albani dalam menilai sesuai syarat
muslim. Lihat al irwaa(VI/345)
4. Hr Ahmad (no 24595)
Komentar
Posting Komentar