Muzara'ah
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan antara satuu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber
ekonomi.
dalam kehidupan sosial, Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita semua
tentang bermuamalah agar terjadi kerukunan antar umat serta memberikan
keuntungan bersama.
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah ingin membahas tiga diantara
muamalah yang diajarkan Nabi Muhammad yaitu Musaqah, Mukhabarah, dan Muzara’ah
.Karena di dalam pembahasan ini terdapat suatu hikmah untuk kehidupan sosial.
B. Rumusan
masalah
1. Apa pengertian Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah ?
2. Apa hukum Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah beserta landasan hukumnya ?
3. Apa hikmah Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah ?
4. Bagaiman hukum Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah ?
5. Apa manfaat kita mengetahui Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah ?
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas perkuliahan
2.
Memehami Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah
3. Mengetahui hukum Musaqah,
Muzara’ah, Mukhabarah
4. Mengetahiu pendapat ulama tentang
Musaqah, Muzara’ah, Mukhabarah
5. Mengetahui apa saja jenis Musaqah,
Muzara’ah, Mukhabarah
BAB II
Pembahasan
A.
Muzara’ah dan Mukhabarah
Menurut etimologi, muzara,ah adalah wazan “mufa’alatun” dari kata
“az-zar’a” artinya menumbuhkan. Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah
yang berarti tharhal-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.
Muzara’ah yaitu paroan sawah atau ladang, seperdua , sepertiga,
atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari petani (orang yang menggarap).
Mukhabarah adalah paroan sawah atau ladang, seperdua , sepertiga,
atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari yang punya tanah.
Sedangkan menurut istilah muzara’ah dan mukhabarah adalah:
a.
Ulama
Malikiyah; “Perkongsian dalam bercocok tanam”
b.
Ulama
Hanabilah:“Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau
mengelolanya, sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya.
c.
Ulama
Syafi’iyah: “Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan
dan benuhnya berasal dari pengelola. Adapun muzara’ah, sama seperti mukhabarah,
hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah.
Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah
dan muzara’ah adalah :
a.
Berkata
Rafi’ bin sabaij: “Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah
kami, maka kami persewakan, sebagian tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk
mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil baik dan yang
lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan
cara demikian (H.R. Bukhari)
b.
Hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu Abbas r.a. “Sesungguhnya
Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya,
supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa
yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada
saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu
c.
Dari
Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk
khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi
sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun
(palawija)” (H.R Muslim).
d.
Imam
Al-Bukhari berkata, Qais bin Muslim telah berkata dari Abu Ja’far, Ia berkata,
tidaklah di Madinah ada penghuni rumah hijrah kecuali mereka bercocok tanam
dengan memperoleh sepertiga atau seperempat (dari hasilnya), maka Ali, Sa’ad
bin Malik,’Abdullah bin Mas’ud ,’Umar bin Abdul Aziz, Al-Qasim bin Urwah ,
keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali, dan Ibnu Sirin melakukan
Muzaraah (HR.Bukhari).
e.
Imam
Ibnul Qayyim berkata : kisah Khaibar merupakan dalil kebolehan Muzara’ah dan
Mukhabarah, dengan membagi hasil yang diperoleh antar pemilik dan pekerjanya,
baik berupa buah buahan maupun tanaman lainnya. Raulullah sendiri bekerja sama
dengan orang-orang Khaibar dalam hal ini. Kerja sama tersebut berlangsung
hingga menjelang wafat Beliau, serta tidak ada nasakh yang menghapus hukum
tersebut. Para Khulafaur rasyidin juga melakukan kerja sama tersebut. Dan ini
tidak termasuk dalam jenis mu’ajarah (mengupah orang untuk bekerja) akan tetapi
termasuk dalam musyarakah (kongsi/kerjasama), dan ini sama
seperti bagi hasil.
Hukum
Hukum muzara’ah dan mukhabarah
Hukum muzara’ah dan mukhabarah sahih
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah yang sahih adalah sebagai
berikut:
a.
Segala
keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
b.
Pembiayaan
atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.
c.
Hasil
yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.
d.
Menyiram
atau menjaga tanaman.
e.
Dibolehkan
menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan
f.
Jika
salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak
mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada waktu.
Hukum Muzara’ah fasid
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah fasid adalah:
a.
Penggarap
tidak berkewajiban mengelola.
b.
Hasil
yang keluar merupakan pemilik benih.
c.
Jika
dari pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
Syarat
Syarat Muzara’ah dan mukhabarah
Disyaratkan dalam muzara’ah dan mukhabarah ini ditentukan kadar
bagian pekerja atau bagian pemilik tanah dan hendaknya bagian tersebut adalah
hasil yang diperoleh dari tanah tersebutseperti sepertiga, seperempat atau lebih dari hasilnya.
Rukun
Rukun-rukun dalam Akad Muzara’ah
Jumhur ulama’ yang membolehkan akad Muzara’ah menetapkan rukun yang
harus dipenuhi, agar akad itu menjadi sah.
a. Ijab qabul (akad)
b. Penggarap dan pemilik tanah
c. Adanya obyek
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.
Dalam akad Muzara’ah apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka
pelaksanaan akad Muzara’ah tersebut batal.
Rukun-rukun dalam Akad Mukhabarah
1. Akad mukhabarah diperbolehkan,berdasarkan hadist Nabi SAW:
“Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar agar
ditanami dan diperlihara,dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian
hasilnya.”(HR.Muslim dari Ibnu Umar ra.)
2. Adapun rukun mukhabarah menurut pendapat umum antara lain:
Pemilik dan penggarap sawah / ladang. Sawah / ladang Jenis pekerjaan yang harus
dilakukan Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah) Akad (sighat)
Macam-Macam Muzara’ah
Ada empat 4 macam bentuk Muzara’ah.
1. Tanah dan bibit berasal dari satu pihak sedangkan pihak lainnya
menyediakan alat juga melakukan pekerjaan. Pada jenis yang pertama ini hukumnya
diperbolehkan. Status pemilik tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dan
benih berasal dari pemilik tanah, sedangkan alatnya berasal dari penggarap .
2. Tanah disediakan satu pihak, sedangkan alat, bibit, dan
pekerjaannya disediakan oleh pihak lain. Hukum pada jenis yang kedua ini juga
diperbolehkan. Disini penggarap sebagai penyewa akan mendapatkan sebagian
hasilnya sebagai imbalan.
3. Tanah, alat, dan bibit disediakan pemilik, sedang tenaga dari
pihak penggarap. Bentuk ketiga ini hukumnya juga diperbolehkan. Status pemilik
tanah sebagai penyewa terhadap penggarap dengan sebagian hasilnya sebagai
imbalan.
4. Tanah dan alat disediakan oleh pemilik, sedangkan benih dan
pekerjaan dari pihak penggarap. Pada bentuk yang keempat ini menurut, Zhahir
riwayat, muzara’ah menjadi fasid. Ini dikarenakan misal akad yang dilakukan
sebagai menyewa tanah maka alat dari pemilik tanah menyebabkan sewa-menyewa
menjadi fasid, ini disebabkan alat tidak mungkin mengikuti kepada tanah karena
ada bedanya manfaat. Sebaliknya, jika akad yang terjadi menyewa tenaga
penggarap maka bibit harus berasal dari penggarap yang mana akan menyebabkan
ijarah menjadi fasid, ini disebabkan bibit tidak mengikuti penggarap melainkan
kepada pemilik
Hikmah Muzara’ah
Adapun manfaat yang lainnya,antara lain: Terwujudnya kerjasama yang
saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani dan penggarap
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tertanggulanginya kemiskinan Terbukanya
lapangan pekerjaan,terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani tetapi
tidak memiliki tanah garapan.
Mukhabarah
Dalam Mukhabarah, yang wajib zakat adalah penggarap (petani),
karena dialah hakikatnya yang menanam, sedangkan pemilik tanah seolah-olah
mengambil sewa tanahnya. Jika benih berasal dari kdeuanya, maka zakat
diwajibkan kepada keduanya jika sudah mencapai nishab, sebelum pendapatan
dibagi dua.
Adapun hikmah Mukhabarah antara lain:
a. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik
tanah dengan petani penggarap.
b. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c. Tertanggulanginya kemiskinan.
d.Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
B. Musaqah
Al musaqah berasal dari kata as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan
penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi (penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena
itu diberi nama musaqah (penyiraman/pengairan).
Menurut Istilah Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada
orang yang menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia
akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu.
Menurut ahli fiqih adalah menyerahkan pohon yang telah atau belum
ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang yag menanam dan merawatnya di
tanah tersebut (seperti menyiram dan sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja
mendapatkan bagian yang telah disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan
sisanya adalah untuk pemiliknya.
Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum
musaqah adalah:
a. Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun
kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka
akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari
hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
b. Dari Ibnu Umar: ” Bahwa Rasulullah SAW telah menyerahkan pohon
kurma dan tanahnya kepada orang-orang yahudi Khaibar agar mereka mengerjakannya
dari harta mereka, dan Rasulullah SAW mendapatkan setengah dari buahnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Hukum
Hukum Musaqah:
1 Hukum musaqah sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:
a Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon
diserahkan kepada penggarap, sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan
dibagi dua,
b Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan,
c Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan
apa-apa,
d Akad adalah lazim dari kedua belah pihak,
e Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur,
f Boleh menambah hasil dari
ketetapan yang telah disepakati,
g Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika
di izinkan oleh pemilik.
Hukum musaqah fasid
Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan syara’.
Menurut ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:
a Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad,
b Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad,
c Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan,
d Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap,
e Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,
f Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis
wakt akad,
g Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,
h Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi
kepada penggarap lainnya.
Syarat
Syarat-syarat musaqah:
1 Ahli dalam akad
2 Menjelaskan bagian penggarap
3 Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan
dimiliki dari hasil panen merupakan hasil bersama.
4 Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
5 Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
Rukun
Rukun musaqah adalah
1 Shigat,
2 Dua orang yang akad (al-aqidain),
3 Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah),
4 Masa kerja,
5 Buah
BAB III
Penutup
A, Kesimpulan
1. Muzara’ah ialah
mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah
2. Mukhabarah ialah
mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
3. Musaqah adalah
penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya,
bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu
4. Dasar hukum yang
dijadikan landasan Muzara’ah, mukhabarah dan musaqah adalah hadits dari Ibnu
Umar: “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar
agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari
penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)”
(H.R Muslim).
5. Disyaratkan dalam
muzara’ah dan mukhabarah maupun musaqah ini ditentukan kadar bagian pekerja
atau bagian pemilik tanah /buah dan hendaknya bagian tersebut adalah hasil yang
diperoleh dari tanah/buah tersebut seperti sepertiga, seperempat atau lebih dari hasilnya.
6. Ada perbedaan pendapat
mengenai hukum dari muzaraah dan mukhabarah di kalangan ulama’ salaf, ada yang
mengatakan muamalah ini haram dan ada yang membolehkannya dikarenakan perbedaan
pemahaman hadits Nabi Muhammad SAW.
7. Hukum dari muzaraah,
mukhabarah dan musaqah ada yang bersifat sahih yaitu akad dari muamalah
tersebut sesuai dengan ketentuan syara’ dan ada yang bersifat fasid (rusak)
yaitu akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’.
B. Saran
Dalam penulisan makalah
ini penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan bagi pembaca yang
arif dan bijak, hendaknya dapat memberikan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk penulisan makalah
selanjutnya
Daftar pustaka
http://gurat26.blogspot.co.id/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html
H
Sulaiman Rasjid Fiqih Islam
Komentar
Posting Komentar