FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam,
dasarnya adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber
tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan
mengklasifikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah, kedua, adalah
syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, masuk sub bidang muamalah.
Hadis sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi
Muhammad saw., merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Di
samping Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam, tentu
saja masih memberikan penafsiran dan penjabaran lebih lanjut terhadap Al-Qur’an
dan hadis, berupa ijma’, qiyas, ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering
pula dianggap sebagai dasar pendidikan Islam.
B. Rumusan masalah
1.
Apa itu hakiakat pendidikan islam ?
2.
Mengapa kita mempelajari hakikat pendidikan islam ?
3.
Bagaimana cara merealisasikan hakikat pendidikan
islam ?
4.
Apa hikmah mempelajari hakikat pendidikan islam ?
C, Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas perkuliahan?
2.
Untuk mengetahui hakikat pendidikan islam?
3.
Untuk mengetahui hikmah mempelajari hakikat
pendidikan islam?
4.
Untuk mengetahui cara merealisasikan hakikat
pendidikan islam?
Bab II
Pembahasan
A. Haikat Pendidikan Islam.
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau
disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk
menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke
arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan
orang-orang berkualitas.
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan
kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan
nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan
kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup
seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam
telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya. Ada beberapa
istilah yang identik dengan pendidikan salah satu istilah yang populer
digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah al-tarbiyah. Penggunaan istilah
al-Tarbiyah berasal dari kata rabb, akan tetapi pengertian dasarnya menunjukkan
makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian.
Menurut Syekh Ali, kata rabba memiliki arti yang banyak yakni
merawat, mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga, memperbaiki, mengembangkan,
dan sebagainya. Daim menyimpulkan bahwa makna tarbiyah adalah merawat dan
memperhatikan pertumbuhan anak, sehingga anak tersebut tumbuh dengan sempurna
sebagaimana yang lainnya, yaitu sebuah kesempurnaan dalam setiap dimensi
dirinya, badan (kinestetik), roh, akal, kehendak, dan lain sebagainya.
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam
adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam adalah bersumber pada
pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya,
termasuk manusia. Dalam konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang
dikandung dalam al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan, yaitu:
1. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik
menjelang dewasa (baligh)
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju
kesempurnaan
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap
Pengunaan istilah
tarbiyah untuk menujukan makna pendidikan islam dapat dipahami dengan merujuk
firman allah:
Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".(QS Al israa 17;24)
B. Pendidikan
dalam konsep Islam
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek
jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan
menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara garis besar,
konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan
pengaruh ajar.
Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi
satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang
sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada
pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih
menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang
utuh dan bulat.
Konsep pendidikan islam yang mengacu kepada ajaran Al-Qur’an, sangat
jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr. M.
Sayyid Ahmad Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman.
Beliau mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam
menurut Al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui,
Luqman diberikan keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara,
ketajaman nalar dan kemurnian fitrah.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah peletakan pondasi dasar,
yaitu penanaman keesaan Allah, kelurusan aqidah, beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya.
Kalimat tauhid adalah focus utama pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa
iman. Tak ada pula akhlak, interaksi social, dan etika tanpa iman.
Apabila iman lurus, maka lurus pula lah aspek kehidupannya.
Mengapa.? Sebab iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi diri dan takut
terhadap Allah. Dari sinilah Luqman menegaskan
hal itu kepada puteranya dengan berkata,
“”Hai anakku,
sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Luqman 31:16).
Seorang mukmin mesti berkeyakinan bahwa tak ada satu pun yang bisa
disembunyikan dari Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam lipatan hati
manusia. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal dan aktivitasnya semata
untuk mencari ridha Allah tanpa sikap riya atau munafik, dan tanpa
menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah pilar-pilar
pendidikan. Ia memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar
ma’ruf nahi munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang
menerangi kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian seorang muslim
yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk kritik konstruktif,
rasa cinta dan perasaan bersaudara yang besar kepada sesama, bukan ditujukan
untuk mencari-cari kesalahan dan ghibah. Ummat islam telah diistimewakan dengan
tugas amar ma’ruf nahii munkar ini melalui firman-Nya,
“Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS:Al imran
3.110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan hingga ketaatan
itu ditunaikan, ada sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan itu dihindari,
dan ada pula sabar atas kesulitan hidup hingga diterima dengan perasaan ridha
dan tenang. Seorang beriman berada di posisi antara syukur dan sabar. Dalam
kemudahan yang diterimanya, ia pandai bersyukur. Sedang dalam setiap kesulitan
yag dihadapinya, ia mesti bersabar dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika social. Metode pendidikan Luqman menumbuhkan
buah adab yang luhur. Luqman menggambarkan hal itu untuk putranya dengan
larangan melakukan kemungkaran dan tak tahu terima kasih, serta perintah untuk
tidak terlalu cepat dan tidak pula
terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara.
Seorang muslim perlu diingatkan untuk tidak boleh menghina dan
angkuh. Sebab, semua manusia berasal dari nutfah yang hina dan akan berakhir
menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup pun, ia kesakitan jika tertusuk duri
dan berkeringat jika kepanasan.
Sebenarnya, pendidikan dapat diartikan secara sederhana sebagai
upaya menjaga anak keturunan agar memiliki kualitas iman prima, amal sempurna
dan akhlak mulia. Di dalam ajaran islam, orang tua bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak-anaknya.
Kedua orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya untuk
mempertemukan potensi dasar dengan pendidikan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw yang menyatakan bahwa :
“Setiap anak
dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari).
Kewajiban ini juga ditegaskan dalam firman-Nya:
Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS.Thahaa
20:132).
Dalam ayal lain, “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS.At Tahriim 66:6)
Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak semata-mata mementingkan
individu, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Konsep belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan lingkungan dan
kepentingan umat.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan senantiasa dikorelasikan
dengan kebutuhan lingkungan, dan lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar.
Seorang peserta didik yang diberi kesempatan untuk belajar yang berwawasan
lingkungan akan menumbuhkembangkan potensi manusia sebagai pemimpin.
Firman Allah
Swt dalam; (QS Al Baqarah 2. 30) menyatakan :”Sesungguhnya Aku jadikan
manusia sebagai pemimpin (khalifah) di atas bumi”. Kaitan dengan pentingnya pendidikan bagi
umat, Allah berfirman:
”Hendaklah ada
di antara kamu suatu ummat yang mengajak kepada kebajikan dan memerintahkan
yang ma’ruf dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (QS.Al Imran 3:104).
Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu sistem pendidikan
yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang
seharusnya saling menguatkan satu sama lain, yang secara umum ditunjukkan dalam
doa Rasulullah : “Ya Allah, ajarilah aku apa yang membawa manfaat bagiku, serta
karuniakanlah padaku ilmu yang bermanfaat”.
Dari doa tersebut terungkap bahwa kualitas ilmu yang didambakan
dalam Islam adalah kemanfaatan dari ilmu itu. Hal ini terlihat dari hadits
Rasulullah : “Iman itu bagaikan badan yang masih polos, pakaiannya adalah
taqwa, hiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.”
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan
menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan
sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains
yang tidak dilandasi oleh asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan
berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak.
Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuwan Islam
menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas insani, di mana
manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan wujud-wujud
suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu.
Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi
di lain pihak manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui
dan memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu,
sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Al-Qur’an berkali-kali meminta manusia membaca tanda-tanda alam,
menantang akal manusia untuk melihat ke-MahaKuasa-an Allah pada makhluk lain,
rahasia penciptaan tumbuhan, hewan, serangga, pertumbuhan manusia, kejadian
alam dan penciptaan langit bumi.
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang berisikan tentang kejadian-kejadian
di sekitar kita yang menuntut pemahaman dengan sains/akal manusia.
Karena itu, seorang muslim juga diwajibkan untuk mempelajari sains,
karena sains hanyalah salah satu pembuktian kekuasaan Allah, di samping
ayat-ayat qauliyah. Karenanya, konsep pendidikan dalam islam menurut Al-Qur’an
pun tidak hanya berisi materi-materi pendidikan keagamaan saja.
C. Dasar Pendidikan Islam
Dasar Pendidikan Islam adalah sumber tempat seluruh bangunan
sistem, konsep dan praksis pendidikan Islam disusun dan diimplementasikan dalam
kehidupan umat Muslim. Dasar pendidikan Islam itu berupa Qur’an dan
Hadits(sunnah), sebagaimana sabda Rasulullah saw yang secara filosofik
mengandung pandangan pokok tentang hakekat dasar pendidikan Islam, yaitu “Aku
tinggalkan kepada kalian dua hal. Jika kalian berpegang pada keduanya maka
tidak akan tersesat selamanya.
Dua hal itu adalah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. Dasar
tersebut tidak hanya fondasi yang menopang seluruh bangunan Pendidikan Islam,
namun juga menjadi sumber ilham, inspirasi, pedoman, tuntunan serta sumber
arahan bagi seluruh bangunan sistem, konsep atau teori dan implementasinya
dalam kehidupan umat Muslim.
Dasar Pendidikan Islam dapat membedakan secara mendasar antara
pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya karena perbedaan acuan dasar
pendidikan. Setiap masyarakat, umat, bangsa/negara mempunyai dasar pendidikan
yang berbeda-beda. Bangsa Barat memiliki dasar pendidikan tertentu yang
didasarkan pada filsafat hidup dan agama yang mereka anut.
D. Tujuan
Pendidikan Islam
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata.
Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat
diterima oleh nalar manusia dan dibolehkan dalam sejarah atau pengalaman
kemanusiaan.
Tujuan pendidikan ialah perubahan yang diharapkan pada subyek didik
setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinya maupun kehdupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana
individu itu hidup
Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan
mengembangkan kelangsungan berfungsinya nilai-nilai islami yang bersumber dari
kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis. Sedangkan Anwar Jundi menjelaskan di dalam
konsep Islam, tujuan pertama dan pokok dari pendidikan ialah terbentuknya
manusia yang berpribadi muslim.
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan
berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu
cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di
dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita
untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu
sendiri kita akan terjajah oleh adanya kemajuan saat ini, karena semakin lama
semakin ketat pula persaingan dan semakin lama juga mutu pendidikan akan
semakin maju.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia. Secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan
melalui latihan jiwa, akal pikiran, diri manusia yang rasional, perasaan dan
indra, karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek
fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah
dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek
tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan.
Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi kontinuitas, maupun
seluruh umat manusia.
Pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan
(menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai islami, juga mengembangkan anak didik
agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai itu secara dinamis.
Hal ini berarti Pendidikan Islam secara optimal harus mampu
mendidik anak didik agar memiliki “kedewasaan atau kematangan” dalam beriman,
bertaqwa, dan mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh, sehingga menjadi
pemikir yang sekaligus pengamal ajaran Islam, yang dialogis terhadap
perkembangan kemajuan zaman.
Dengan kata lain, Pendidikan Islam harus mampu menciptakan para
“mujtahid” baru dalam bidang kehidupan duniawi-ukhrawi yang berkesinambungan
secara interaktif tanpa pengkotakan antara kedua bidang itu.
E. Batas
Awal dan Akhir Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan batas awal pendidikan Islam ialah saat kapan
pendidikan Islam itu dimulai. Para ahli paedagogik muslim dan non muslim
mempunyai pendapat yang beragam akan hal ini. Mereka hanya sepakat bahwa
pendidikan itu adalah suatu usaha dan proses mempunyai batas-batas tertentu.
Langevel, memberikan batas awal (bawah) pendidikan pada saat anak
sudah berusia kurang lebih 4 tahun, yakni pada usia ini telah terjadi mekanisme
untuk mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan besar dalam jiwa seseorang
anak di mana sang anak telah mengenal dirinya-nya. Sehingga si anak sudah mulai
sadar/mengenal dirinya.
Menurut Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan dimulai
dari lahir sampai mati. Dengan istilah yang telah terkenal ialah Long Life
Education. Jadi meskipun orang itu sudah tua umunya masih dapat dididik. Apabila ada orang tua belum mendalam pemahaman
tentang agamanya, maka orang tua itu masih dapat dididik selama ia hidup.
Imam al-Gazali berpendapat bahwa anak itu seperti kertas putih yang
siap untuk ditulisi melalui orang tuanya sebagai pendidik sehingga batas awal
pendidikan pada saat anak dalam kandungan ibunya, lebih jauh dari itu yakin
pada saat memilih calon pasangan hidup (suami isteri). Di mana anak akan lahir,
tidaklah terlepas dari pengaruh perilaku orang tuanya yang mendidik dan membesarkannya.
Anak dalam kaitannya dalam pendidikan menurut ajaran Islam adalah
fitrah atau ajaran bagi orang tuanya.
“Setiap anak
dilahirkan di atas fitrahnya, maka kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya
beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhari).
F. Alat
Pendidikan
Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati membedakan faktor
dan alat pendidikan. Faktor adalah hal atau keadaan yang ikut serta menentukan
berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah langkah-langkah yang
diambil demi kelancaran proses pendidikan.
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari
aspek fungsinya, yakni; alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu
mempermudah usaha mencapai tujuan (untuk mencapai tujuan selanjutnya).
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering
diidentikkan dengan media pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih
luas dari pada media. Media pendidikan adalah ”alat, metode dan teknik yang
digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi
edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Sedangkan alat adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran
proses pendidikan.
G. Jenis Alat Pendidikan
Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam alat pendidikan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan. Suwarno membedakan alat-alat pendidikan dari
beberapa segi berikut :
1. Alat pendidikan
positif dan negatif
positif, jika
ditunjukkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya : contoh yang
baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran. Negatif, jika tujuannya
menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang jelek, misalnya :
larangan, celaan, peringatan, ancaman, hukuman.
2. Alat pendidikan
preventif dan korektif
preventif jika
maksudnya mencegah anak sebelum anak berbuat sesuatu yang tidak baik. Misalnya,
pembiasaan, perintah, pujian, ganjaran. Korektif jika maksudnya memperbaiki
karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk. Misalnya.
Celaan, ancaman, hukuman.
3. Alat pendidikan yang
menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.
Menyenangkan
yaitu menimbulkan rasa senang pada anak-anak. Misalnya pengajaran dan pujian.
Tidak menyenangkan yaitu yang menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak.
Misalnya, hukuman dan celaan.
Sedangkan Madyo Ekosusilo, mengelompokkan alat pendidikan menjadi
dua kelompok yaitu :
1. Alat pendidikan yang bersifat material,
yaitu alat-alat pendidikan yang berupa benda-benda nyata untuk memperlancar
pencapaian tujuan pendidikan. Misalnya, papan tulis, dan lain-lain.
2. Alat pendidikan yang bersifat non
material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa keadaan atau dilakukan dengan
sengaja sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan.
Amir Dien Indrakusuma membagi alat pendidikan kedalam dua kelompok:
1. Alat pendidikan preventif ialah alat
pendidikan yang bersifat pencegahaan. Tujuannya agar hal-hal yang dapat
menghambat atau mengganggu kelancaran proses pendidikan bisa dihindari.
Misalnya tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan paksaan.
2. Alat pendidikan representatif (kuratif
dan kerektif), ialah alat pendidikan yang bersifat penyadaran agar anak kembali
kepada hal-hal yang benar, baik dan tertib. Misalnya, pemberitahuan, teguran,
hukuman dan ganjaran.
Selanjutnya, Prayitno (2003) menyebutkan lima alat pendidikan
yakni: kewibawaan, kasih sayang dan kelembutan, keteladanan, penguatan, dan
ketegasan yang mendidik (membimbing). Alat-alat pendidikan tersebut, sekaligus
dapat digunakan guru sebagai alat membimbing siswa dalam proses pembelajaran
sehingga proses belajar tersebut menyenangkan bagi siswa dan memotivasinya untuk
lebih giat dalam belajar.
H. Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sistem” yang artinya
suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian. Di antara bagian-bagian itu
terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur.
Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip
pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu
kebulatan/ keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan
/keseluruhan yang kompleks”. Sistem juga dikatakan sebagai kumpulan berbagai
komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan.
Dengan kata lain sistem dapat kita simpulkan suatu kumpulan yang
secara keseluruhan yang bersifat kompleks dan terorganisir yang di dalamnya
terdapat himpunan komponen yang saling berkaitan secara bersama-sama dan
berfungsi untuk mencapai tujuan sistem.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, sistem pendidikan mempunyai makna
satu rangkaian pemikiran dalam bidang pendidikan yang terorganisasi atau sistem
pendidikan dapat disebut juga sebagai sekelompok dari unsur-unsur pendidikan
yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama.
Unsur-unsur pendidikan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
asas pendidikan, tujuan pendidikan, materi pendidikan, subjek pendidikan, objek
pendidikan, metode pendidikan, media pendidikan, evaluasi pendidikan, dan
lingkungan pendidikan.
Untuk menjalankan sistem pendidikan yang baik dan untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diinginkan maka unsur-unsur pendidikan yang tersebut di
atas haru dapat saling berkaitan dan bekerja bersama.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Dalam makalah ini sedikit menyinggung masalah pendidikan dalam
konsep islam, ternyata ditelusuri lebih lanjut bahwa dalam al Quran banyak menyangkup
pendidikan lainya baik ahlak, ilmu pengetahuan, muamalah, hukum, sosial, dan
lain-lain,
B.
Penutup
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kesalahan dan kekurangan bagi pembaca yang arif dan bijak, hendaknya dapat
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun untuk penulisan makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Al Rasyidin M.A. Filsafat
Pendidikan Islam
AL QURAN & TERJEMAHNYA versi 1.2
Komentar
Posting Komentar