Mengkonsepkan ilmu
Definisi Ilmu
Istilah ilmu atau science merupakan suatu
kata yang sering diartikan dengan berbagai makna, atau mengandung lebih dari
satu arti. Science dalam arti sebagai natural science, biasanya
dimaksud dalam ungkapan "sains dan teknologi". Dalam kamus istilah
ilmiah dirumuskan pengertian sciences and technology sebagai "the
study of the natural sciences and the application of the knowledge for
practical purpose", yang artinya adalah penelaahan dari ilmu alam dan
penerapan dari pengetahuan ini untuk maksud praktis.
Seorang filsuf John G. Kemeny juga
menggunakan ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah (all knowledge collecled by means of the scientific
method).
Charles Singer merumuskan
bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan (science is the process
which makes knowledge).
Prof. Harold H. Titus, banyak
orang telah mempergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna
memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa kebenarannya. Pada
zaman Yunani kuno episteme atau pengetahuan rasional mencakup filsafat
maupun ilmu. Thales sebagai seorang filsuf juga mempelajari astronomi dan
topik-topik pengetahuan yang termasuk fisika. Fisika adalah pengetahuan
teoretis yang mempelajari alam. Pengetahuan ini juga disebut filsafat alam.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, pengertian
ilmu adalah salah satu
dari
buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan
salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk dapat menghargai ilmu sebagaimana
mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakikat ilmu itu sebenarnya.
Seperti kata peribahasa Prancis, "Mengerti berarti memanfaatkan
segalanya", maka pengertian yang mendalam terhadap hakikat ilmu, bukan
akan mengikat apresiasi kita terhadap ilmu namun juga membuka mata kita
terhadap berbagai kekurangannya. Dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan
pengetahuan yang disusun secara sistematis, konsisten dan kebenarannya telah
teruji secara empiris
Cabang-Cabang
Ilmu
Ilmu berkembang pesat, demikian juga dengan
cabang-cabangnya. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua
cabang utama yakni, filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the
natural science) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang-cabang
ilmu sosial (the social science).
Ilmu alam membagi diri menjadi dua kelompok lagi
yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the
biologycal sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk
alam semesta sedangkan alam kemudian bercabang lagi menjadi Fisika (mempelajari
massa dan energi), Kimia (mempelajari substansat), Astronomi (mempelajari
benda-benda langit), dan Ilmu bumi atauthe earth science (mempelajari bumi kita
ini).
Tiap-tiap cabang kemudian membuat ranting-ranting
baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya,
panas, kelistrikan, dan magnetisme, fisika nuklir dan kimia fisik. Sampai tahap
ini maka kelompok ilmu ini termasuk ke dalam ilmu-ilmu murni. Ilmu murni berkembang
menjadi ilmu terapan.
Pada ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan
ilmu alam. Pada intinya ilmu sosial meliputi Antropologi (mempelajari manusia
dalam perspektif waktu dan tempat), Psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan
manusia), Ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lewat
proses pertukaran), Sosiologi (mempelajari struktur organisasi sosial manusia),
Ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia
berpemerintahan dan bernegara).
Cabang utama ilmu sosial ini mempunyai cabang-
cabang lagi seperti: antropologi fisik, linguistik, etnologi, dan antropologi
sosial atau kultural. Dari ilmu tersebut di atas yang dapat digolongkan seperti
ilmu murni meskipun tidak sepenuhnya. Perkembangan ilmu sosial merupakan
aplikasi berbagai konsep dari ilmu-ilmu sosial murni kepada suatu bidang telaahan
sosial tertentu. Demikian manajemen menerapkan konsep psikologi, ekonomi,
antropologi, dan sosiologi.
Di samping ilmu alam dan ilmu sosial pengetahuan
mencakup humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat,
agama, sejarah, dan bahasa. Matematika mencakup tentang aritmatika, geometri, teori
bilangan, aljabar, trigonometri, geometri analitik, persamaan diferensial,
kalkulus, topologi, geometri non euclid, teori fungsi, probabilitas dan statik
logika dan logika matematis.
Syarat Ilmu
Terdapat sejumlah persyaratan agar pengetahuan
(knowledge) layak disebut ilmu (science). Persyaratan ini disebut sifat ilmiah.
Ada 4 syarat agar pengetahuan dapat disebut ilmu, yaitu:
Objektif, yaitu sesuai dengan objeknya. Ilmu harus
memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yaitu persesuaian tahu dengan
objek, dan karena itu disebut kebenaran objektif, bukan berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Metodis, yaitu cara. Dalam upaya mencapai kebenaran,
selalu terdapat kemungkinan penyimpangan. Oleh karena itu, harus
diminimalisasi. Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin
kepastian kebenaran.
Sistematis, yaitu tersusun dalam sebuah rangkaian
sebab akibat. Untuk mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai
dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga membentuk suatu
sistem, yang artinya utuh menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaiansebab
akibat menyangkut objeknya.
Universal, yaitu secara keseluruhan (umum).
Kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu saja, melainkan yang bersifat
umum. Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja
tidak diinginkan. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir induktif, yaitu
cara berpikir dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum.
Dengan demikian, jika pengetahuan hendak disebut
ilmu, ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu objektif,
metodis, sistematis, dan universal. Syarat dari objek ilmu adalah harus bisa
diverifikasi atau diuji.
Kegunaan Ilmu
Aksiologi merupakan
nilai kegunaan ilmu. Ilmu akan berguna bagi perkembangan peradaban manusia. Di
dalam kehidupan, ilmu akan saling terkait dengan moral. Masalah moral tidak
bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk
menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran,
diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihasi oleh semangat para
martir yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan apa yang dianggap
benar. Peradaban telah menyaksikan Sokrates dipaksa meminum racun dan John Huss
dibakar.
Sejarah tidak berhenti
disini, kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran.
Tanpa landasan moral, ilmuwan rawan sekali dalam melakukan prostitusi
intelektual. Seorang ilmuan harus mempunyai tanggung jawab sosial. Bukan saja
karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung
di masyarakat, tetapi karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan
hidup manusia.
Sikap sosial seorang
ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.
Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri
netral dan para ilmuanlah yang memberikannya nilai.Berikut ini disajikan pada
Tabel 2.4. mengenai ringkasan telaah Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu.
1. Ilmu dan moral Benarkah bahwa makin cerdas, maka
makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar maka makin baik pula
perbuatan kita? Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi,
sebab moral mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin
cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan
metafisika keilmuan, maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan
cara penggunaan pengetahuan ilmiah.
Ontologi
diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang di
telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates minum
racun, John Huss dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki landasan moral,
jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual
2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan Seorang ilmuan
mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga
masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat
yang yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
keberlangsungan hidup manusia. Sampai ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang
ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.
Sering dikatakan bahwa ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netraldan
para ilmuanlah yang memberikannya nilai
3. Nuklir dan Pilihan Moral Seorang ilmuan secara
moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas
bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang
ilmuan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada
kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di
atas putih.
Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein
diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah negaranya. Seorang ilmuan
tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari
masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari
penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis
yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh
preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan
fakta-fakta pengujian
4. Kasus kemanusiaan Contoh kasus kemanusiaan adalah
revolusi Genetik merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab
sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaah itu sendiri.
Hal ini buka berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang
berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun
penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.
Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi
sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk
menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia
itu sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan menghasilkan bukan lagi
teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia
itu sendiri. Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam
riset genetika akan dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuruan manusia.
Daftar
pustaka
Adib, H. Mohammad. "Filsafat Ilmu: Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan." (2011).
https://www.researchgate.net/publication/328274318_FILSAFAT_ILMU
Suriasumantri, Jujun S. "Filsafat
ilmu." Jakarta: Pustaka Sinar Harapan (2007).
Komentar
Posting Komentar