Fana Duniaku
Ada otak yang tak berhenti berfikir, percaya
ada memori yang tersimpan dapat terpanggil untuk menjadi alibi revolusi logika,
tak sulit untuk otak mebuka catatan yang terpendam ingatlah track record yang
tersimpan tak akan hilang dan itu akan
menjadi naskah yang bisa diperankan kembali kapanpun dimanapun dengan aktor yang
berbeda dan dengan latar belakang yang berbeda, namun kupastikan aku menjadi
aktor yang terbaik tidak ada vonismen
yang terbaik selain menjadi aktor yang terbaik, aktor antagonis atau protagonis
bagiku tiada beda, ketika penonton memberikan tepuk tangan ingatkan ada
demtuman musik yang akan menyayat telinga membuka pekak telinga, nada cadas
suara melengking melodi gitar itulah pendaran tekuat memecah otak membungkam
akal,
masam keramuan kini terpenuhi aku datang
aku telah lama pergi dan kini aku kembali ijinkan aku bersama menemani kembali
seperti yang apa adanya dan tak akan duanya, menyekat bedebah pergilah biarakan
aku disini ada usuran yang ingin aku selesaikan biarakan aku, urusi saja urusanmu
bedebah persetan dengan urusanmu tak ada waktu meladeni dengan hal bodoh, nadapun
beredatak tinggi lolongan seringala yang mengintai pun menyaut, lontaran logika
agrumentasi dan nurani bercambuk menganggu waktu itu terhentak waktu terus berlalu
aku tetap menikmati ini “God Hates Us” terbesit sekejap, kecemasan tak terlekan dan detik-detik itu
mulai menyerang namun tak ada yang mengangguku, latarpun muali tertutup satu
persatu dan akupun mendapat intruksi untuk mulai menutup panggung, dan aku
akhirnya berucap “Jadilah jujur dengan dosamu jangan engaku munafik berdalih
dengan kebaikanmu” tepuk tangan menutup uacapku dan aku terhanyut saat itu
dalam fana duniaku
Komentar
Posting Komentar